Netflix dkk Tak Perlu Buka Kantor di Indonesia untuk Dikenai Pajak

Pemungutan pajak dari perusahaan asing over the top (OTT) seperti Netflix dan Spotify mulai menemukan titik terang. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan dan Penguatan Perekonomian alias Omnibus Law perpajakan saat ini telah diserahkan ke DPR. Dalam aturan tersebut, diatur pula skema pemungutan pajak perusahaan OTT. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, aturan pemungutan pajak di Omnibus Law akan melonggarkan jalan pemerintah untuk menarik pajak dari Netflix dkk. "Nanti Omnibus Law yang perpajakan ini kita agak melebarkan, tidak cuma keberadaaan fisik, tapi termasuk juga keberadaan signifikan secara ekonominya," jelas Suryo saat ditemui di acara Grow with Google, di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2020). Apabila telah disahkan, perusahaan OTT tinggal menunjuk perwakilan di Indonesia untuk membayar pajak. Hingga saat ini, Netflix belum membayar pajak selama beroperasi di Indonesia sejak tahun 2016 karena terkendala aturan.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), perusahaan OTT yang tidak memenuhi persyaratan keberadaan fisik (physical presence) di Indonesia bukanlah subyek pajak.

Seperti dikatakan Suryo, aturan itu akan dilonggarkan di Omnimbus Law. Dalam naskah RUU Omnimbus Law Pasal 16 ayat 1 disebutkan bahwa: "Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap dan dikenakan Pajak Penghasilan" Kriteria siginifikansi ekonomi kemudian diatur dalam Pasal 16 ayat 2, berupa omzet konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu, penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau, jumlah pengguna aktif media digital. Selanjutnya, mengenai besaran tarif, dasar pengenaan, dan tata cara penghitungan PPh akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Sementara ketentuan mengenai kehadiran ekonomi signifikan, tata cara pembayaran, dan pelaporan pajak penghasilan atau pajak transaksi elektronik, dan tata cara penunjukan perwakilan, akan diatur dengan Peraturan Menteri (Permen).

Netflix dan OTT lain juga akan diwajibkan membayar pajak 10 persen, sesuai ketentuan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah. "Di Omnibus Law itu mereka yang akan ditunjuk sebagai pemungut PPN atas penjualan jasa mereka kepada customer di Indonesia," jelas Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama dalam kesempatan yang sama. Terkait hal ini, Yoga juga menyampaikan apresiasinya kepada Google yang telah mendirikan perwakilan secara fisik di Indonesia, tanpa harus menunggu UU semacam Omnibus Law. Ia berharap perusahaan OTT lain bisa melakukan hal yang sama seperti Google Indonesia. "Walaupun Google sama dengan OTT yang lain, tanpa menunggu Ominbus Law pun mereka sudah mendaftarkan diri menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak), memungut PPN atas penyerahan jasanya kepada konsumen di Indonesia," ungkap Yoga. Saat ini RUU Omnibus Law perpajakan masih menunggu pembahasan antara pemerintah dan DPR.

Sumber : www.kompas.com

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles