NOMOR 147 /PMK 0.3 /2017

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 147 / PMK. 03/ 2017
TENTANG
TATA CARA PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGHAPUSAN
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SERTA PENGUKUHAN DAN PENCABUTAN
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

Menimbang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
a. bahwa ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak, pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak, penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182 / PMK.03 / 2015 tentang Tata Cara
Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak, dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
b . bahwa untuk mendukung program kemudahan dalam berusaha (ease of doing business) oleh Pemerintah
Indonesia, diperlukan penyederhanaan persyaratan administrasi dalam rangka pendaftaran Wajib Pajak dan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum atas pelaksanaan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, serta meningkatkan pengawasan atas kepatuhan Pengusaha Kena Pajak, diperlukan penyesuaian ketentuan yang mengatur mengenai tata cara penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (5)  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3262 ) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62 , Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999 ) ;

MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA
PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGHAPUSAN NOMOR
POKOK \WAJIB PAJAK SERTA PENGUKUHAN DAN
PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK.


BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
2 . Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya
disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut
Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4 . Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
5 . Wajib Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak yang selanjutnya
disebut Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi adalah Wajib
Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
6. Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi
kolektif, bentuk usaha tetap, serta kantor perwakilan
perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
7 . Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau
lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat
tinggal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
8 . Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam
bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah

pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.
9 . Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP
adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak danj atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan
perubahannya.
1 0. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpaj akannya.
1 1 . Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun,
dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
1 2 . Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya
disebut Penelitian PBB adalah serangkaian kegiatan
pengujian pemenuhan kewajiban PBB berdasarkan
keterangan lain yang diperoleh dan/atau dimiliki
Direktur Jenderal Pajak atau berdasarkan permohonan
Wajib Pajak.
1 3 . Surat Ketetapan Pajak yang selanjutnya disingkat SKP
adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, termasuk Surat
Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
1 4 . Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang selanjutnya
disingkat SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang
masih harus dibayar.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang
selanjutnya disingkat SKPKBT adalah surat ketetapan
paj ak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan.
1 6 . Surat Tagihan Pajak yang selanjutnya disingkat STP
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda,
termasuk Surat Tagihan Paj ak Pajak Bumi dan
Bangunan.
1 7 . Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan
NPWP dari administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
1 8. Pencabutan Pengukuhan PKP adalah tindakan mencabut
Pengukuhan PKP dari administrasi Direktorat Jenderal
Paj ak.
1 9 . Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
20. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi
Perpajakan yang selanjutnya disingkat KP2KP adalah
instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
KPP Pratama.
2 1 . Wajib Pajak Non-Efektif adalah Wajib Paj ak yang tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan/ atau objektif
namun belum dilakukan Penghapusan NPWP.
22. Kantor Virtual (virtual of fice) atau Kantor Bersama
(co-working space), yang selanjutnya disebut Kantor
Virtual, adalah suatu kantor yang memiliki ruangan fisik
dan dilengkapi dengan layanan pendukung kantor yang
disediakan oleh pengelola Kantor Virtual untuk dapat
digunakan sebagai tempat kedudukan, tempat kegiatan
usaha, atau korespondensi secara bersama-sama oleh
2 (dua) atau lebih Pengusaha yang atas pemanfaatan
kantor dimaksud terdapat pembayaran dalam bentuk
apapun, tidak termasuk j asa persewaan gedung dan jasa
persewaan kantor (serviced office.

Sertifikat Elektronik (digital certificate) adalah sertifikat
yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukan status subyek
hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau
penyelenggara sertifikasi elektronik.
BAB II
PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PENGHAPUSAN NPWP
Pasal 2
(1 ) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri pada KPP
atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi:
a. tempat tinggal Wajib Pajak;
b. tempat kedudukan Wajib Pajak; atau
c. tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(2 ) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan:
a. tempat tinggal orang pribadi, tempat kedudukan
Badan, atau tempat kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) , dalam hal Wajib Pajak
m,emiliki lebih dari satu tempat tinggal, tempat
kedudukan, atau tempat kegiatan usaha;
b. tempat terdaftar bagi Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu pada KPP tertentu; dan
c. tempat pendaftaran tertentu sebagai tempat
pendaftaran Wajib Pajak.
(3) Terhadap Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) diberikan NPWP.
(4) Persyaratan subjektif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1 ) merupakan persyaratan yang sesuai dengan
ketentuan mengenai subjek pajak dalam
Undang-Undang PPh.
(5) Persyaratan objektif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1 ) merupakan persyaratan bagi subjek pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan
untuk melakukan pemotonganj pemungutan sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang PPh.

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) meliputi:
a. Wajib Paj ak orang pribadi;
b . Wajib Paj ak Warisan Belurn Terbagi;
c . Wajib Paj ak Badan; dan
d. bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong
dan/ atau pemungut paj ak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
perpaj akan.
Bagian Kesatu
Wajib Paj ak Orang Pribadi
Pasal 3
(1 ) Wajib Paj ak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (6) huruf a wajib mendaftarkan diri pada KPP atau
KP2KP yang wilayah kerj anya meliputi tempat tinggal
Wajib Paj ak.
(2 ) Wajib Paj ak sebagaimana dimaksud pada ayat (1 )
meliputi:
a. Wajib Paj ak yang tidak melakukan l<:egiatan usaha
atau pekerj aan bebas dan memperoleh penghasilan
di atas Penghasilan Tidak Kena Paj ak; dan
b. Wajib Paj ak yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerj aan bebas.
(3) Kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ) berlaku pula terhadap wanita kawin yang
dikenai paj ak secara terpisah karena:
a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perj anjian
pemisahan penghasilan dan harta; atau
c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpaj akan terpisah dari hak dan
kewajiban perpaj akan suaminya.
(4) Terhadap Wajib Paj ak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu,
selain diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP atau KP2KP
yang wilayah kerj anya meliputi tempat tinggal Wajib
Paj ak, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP atau

KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi masing-masing
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak untuk memperoleh
NPWP cabang bagi setiap tempat kegiatan usaha.
(5) Orang pribadi yang belum memenuhi persyaratan
subjektif atau objektif dapat mendaftarkan diri pada KPP
atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal Wajib Pajak.
Pasal 4
.(1) Wajib Pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2 ) huruf a, wajib mendaftarkan diri paling lama
pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib
Pajak pada suatu bulan yang disetahunkan sama dengan
atau telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
(2) Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf b, wajib mendaftarkan diri paling lama 1
(satu) bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
mulai dilakukan.
PasalS
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dilakukan dengan mengajukan permohonan secara
elektronik atau tertulis.
(2 ) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.

Pasal 6
(1 ) Untuk Wajib Pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf a, permohonan pendaftaran Wajib
Pajak dilampiri dokumen yang menunjukkan identitas
diri Wajib Pajak untuk Warga Negara Indonesia maupun
Warga Negara Asing.
(2 ) Untuk Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2 ) huruf b, permohonan pendaftaran Wajib Pajak
dilampiri:
a. dokumen yang menunjukkan identitas diri Wajib
Pajak untuk Warga Negara Indonesia maupun Warga
Negara Asing;
b. dokumen yang menunjukkan adanya kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak untuk
setiap tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
dan
c. dokumen yang menunjukkan tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
(3) Untuk Wajib Pajak wanita kawin yang qikenai pajak
secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3) huruf a, permohonan pendaftaran Wajib Pajak
dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1 )
atau ayat (2 ) .
(4) Untuk Wajib Pajak wanita kawin yang dikenai pajak
secara terpisah karena:
a. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b; atau
b. memilih melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
huruf c,
permohonan pendaftaran Wajib Pajak selain dilampiri
dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1 ) atau ayat (2 ) , juga ditambah dengan fotokopi
NPWP suami dan fotokopi akta perkawinan atau
dokumen sejenisnya.
(5) D alani hal nomor induk kependudukan Wajib Paj ak
Warga Negara Indonesia tervalidasi dengan basis data
kependudukan, permohonan pendaftaran Wajib Paj ak
tidak perlu dilampiri:
a. dokumen yang menunjukkan identitas diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) atau ayat (2)
huruf a; dan/ atau
b. dokumen yang menunjukkan adanya kegiatan
usaha atau pekerj aan bebas Wajib Paj ak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
Pasal 7
Berdasarkan permohonan pendaftaran Wajib Paj ak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1 ) , Kepala KPP
atau KP2KP menerbitkan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerj a
terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 8
(1 ) D alam hal Wajib Paj ak tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 , Kepala KPP atau
KP2KP dapat menerbitkan NPWP secara j abatan.
(2 ) Penerbitan NPWP secara j abatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
atau hasil penelitian administrasi sesuai dengan data
dan/ atau informasi yang dimiliki atau diperoleh
Direktorat Jenderal Paj ak, termasuk data dan/ atau
informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi.
Pasal 9
(1 ) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Paj ak atau
secara j abatan dapat melakukan perubahan data Wajib
Paj ak dalam hal. data dan/ atau informasi yang terdapat dalam
administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan
yang sebenarnya; dan
b. perubahan data dimaksud tidak mengakibatkan
pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2 ) Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dapat dilakukan secara
elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen
yang menunjukkan adanya perubahan data Wajib Pajak.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3 ) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3 ) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Setelah melakukan perubahan data Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) , Kepala KPP
memberitahukan perubahan tersebut kepada Wajib Pajak
yang bersangkutan.
Pasal 1 0
(1 ) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan pemindahan tempat
Wajib Pajak terdaftar, dalam hal tempat tinggal Wajib
Pajak telah pindah ke wilayah kerja KPP lain.
(2 ) Permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau

b. KPP atau KP2KP yang wilayah kerj anya meliputi
tempat tinggal Wajib Paj ak yang baru.
(3) Pemindahan tempat Wajib Paj ak terdaftar secara j abatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) juga dapat
dilakukan oleh Direktur Jenderal Paj ak terhadap Wajib
Paj ak yang memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Paj ak.
(4) Permohonan pemindahan Wajib Paj ak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dapat dilakukan secara
elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen
yang menunjukkan adanya perubahan tempat tinggal
Wajib Paj ak.
(5) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Paj ak.
(6) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan j asa ekspedisi atau j asa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(7) Setelah melakukan pemindahan tempat Wajib Paj ak
terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dan
ayat (3) , Direktur Jenderal Paj ak atau Kepala KPP
memberitahukan pemindahan tersebut kepada Wajib
Paj ak yang bersangkutan.
Pasal 1 1
(1 ) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Paj ak atau
secara j abatan dapat menetapkan Wajib Paj ak sebagai
Wajib Paj ak Non-Efektif.
(2 ) Permohonan penetapan Wajib Paj ak Non-Efektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Paj ak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerj anya meliputi tempat
tinggal atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat dilakukan
secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan
dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
memenuhi kriteria Wajib Pajak Non-Efektif.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3 ) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Kepala KPP memberitahukan persetujuan penetapan
Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non-Efektif atau
penolakan permohonan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak
Non-Efektif kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.
Pasal 1 2
(1 ) Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara
jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap
Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/ atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2 ) Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam hal:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal
dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya;
c . Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP;
d. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai
pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik
dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui
pemberi kerjajbendahara pemerintah dan penghasilan
netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;

wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan
menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan serta tidak ingin
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari suaminya; atau
f. wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan
NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dengan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan suaminya.
Pasal 1 3
(1) Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 2 ayat (2 ) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(2 ) Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ) dilakukan secara elektronik atau tertulis,
dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan .
(3 ) Dokurn.en yang disyaratkan sebagai lampiran permohonan
penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2 )
merupakan dokumen pendukung yang menunjukkan
bahwa Wajib Pajak tidak lagi memenuhi persyaratan
subjektif dan/atau objektif, berupa:
a. dokumen yang menunjukkan Wajib Pajak sudah
meninggal dunia beserta surat pernyataan bahwa
tidak mempunyai warisan atau surat pernyataan
bahwa warisan sudah terbagi dengan menyebutkan
ahli waris, dalam hal Wajib Pajak telah meninggal
dunia;
b. dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,
dalam hal Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia
untuk selama -lamanya;

dokumen yang menunjukkan bahwa penghasilan
neto orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus,
komisaris, pemegang saham atau pemilik dan
pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi
kerj aj bendahar� pemerintah tidak melebihi
Penghasilan Tidak Kena Paj ak; atau
d. fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan surat
pernyataan tidak membuat perj anjian pemisahan
harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak
ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari suami, dalam hal wanita
kawin tidak melaksanakan hak dan kewajiban
perpaj akannya secara terpisah dari suaminya.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Paj ak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2 ) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan j asa ekspedisi atau j asa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Paj ak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan
berdasarkan hasil Pemeriksaan.
(7) Berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6), Kepala KPP menerbitkan keputusan atas
permohonan penghapusan NPWP tersebut paling lama 6
(enam) bulan sej ak tanggal permohonan Wajib Paj ak
diterima secara lengkap.
(8) Apabila j angka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan
keputusan, permohonan Wajib Paj ak dianggap dikabulkan
dan Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan
penghapusan NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
berakhir.

Pasal 1 4
(1 ) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dilakukan Kepala KPP
berdasarkan data dan/ atau informasi perpajakan yang
dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan.
(3) Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Kepala KPP juga
dapat melakukan penghapusan NPWP secara jabatan
berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal
dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP, tidak
termasuk NPWP cabang; atau
c. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan
keputusan penghapusan NPWP.
Pasal 1 5
(1) Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif
danj atau objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 2
ayat (1 ) , penghapusan NPWP dilakukan sepanjang Wajib
I
Pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak mempunyai utang pajak;
b. tidak sedang dilakukan tindakan:
1 . pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan;
2 . pemeriksaan bukti permulaan;
3 . penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
atau
4 . penuntutan
perpajakan;
tindak pidana di bidang

tidak sedang dalam proses penyelesaian persetujuan
bersama (mutual agreement procedure);
d. tidak sedang dalam proses penyelesaian
kesepakatan harga transfer (advance pricing
agreement);
e . seluruh NPWP cabang telah dihapus; dan
f. tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya
hukum di bidang perpajakan, berupa:
1. keberatan;
2 . pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi;
3. pengurangan atau pembatalan SKP;
4. pengurangan atau pembatalan STP;
5 . pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau
penelitian PBB;
6. gugatan;
7 . banding; dan/ ata u
8 . peninjauan kembali.
(2) Dikecualikan dari pengertian utang pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. utang pajak yang penagihannya telah daluwarsa;
danj atau
b. utang pajak yang dimiliki oleh:
1. Wajib Pajak yang telah meninggal dunia dan
tidak meninggalkan warisan; atau
2 . Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta
kekayaan.
Bagian Kedua
Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi
Pasal 16
(1) Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi menggunakan NPWP
dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan
warisan tersebut.

Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan
warisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
memiVki NPWP, dan dari warisan tersebut diterima atau
diperoleh penghasilan, wakil dari Wajib Pajak Warisan
Belum Terbagi wajib mendaftarkan diri pada KPP atau
KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan
tempat kegiatan usaha orang pribadi yang meninggalkan
warisan.
(3) Pendaftaran diri oleh wakil sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah Wajib Pajak orang pribadi yang
meninggalkan warisan tersebut meninggal dunia.
(4) Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ,
yaitu:
a. salah seorang ahli waris;
b. pelaksana wasiat; atau
c. pihak yang mengurus harta peninggalan,
dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan
warisan.
(5) Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan atas Wajib
Pajak Warisan Belum Terbagi.
Pasal 1 7
( 1 ) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 6
ayat (2 ) dilakukan dengan mengajukan permohonan
secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan
dokumen yang disyaratkan.
(2 ) Dokumen yang disyaratkan sebagai lampiran
permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berupa:
a. fotokopi dokumen yang menunjukkan identitas diri
orang pribadi yang meninggalkan warisan;
b. fotokopi akta kematian, surat keterangan kematian,
atau dokumen lain yang dipersamakan; dan
c. dokumen yang menunjukkan kedudukan sebagai
wakil Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi. Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1 ) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(5) Berdasarkan permohonan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) , Kepala KPP atau KP2KP
menerbitkan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung setelah permohonan Wajib Pajak diterima
secara lengkap.
Pasal 1 8
( 1 ) Dalam hal wakil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 6
ayat (4) tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 6 ayat (2) , Kepala KPP atau
KP2KP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan untuk
Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi.
(2 ) Penerbitan NPWP secara jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
atau hasil penelitian administrasi sesuai data dan/ atau
informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat
Jenderal Pajak, termasuk data dan/ atau informasi yang
diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi.
Pasal 1 9
(1) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan perubahan data Wajib
Pajak Warisan Belum Terbagi, dalam hal:
a. data dan/ atau informasi yang terdapat dalam
administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan
yang sebenarnya; dan
b. perubahan data dimaksud tidak mengakibatkan
pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar.

Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) , dapat dilakukan secara
elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen
yang menunjukkan adanya perubahan data Wajib Pajak
Warisan Belum Terbagi.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan melalui saluran tertentu yang
diteta�kan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Setelah melakukan perubahan data Wajib Pajak Warisan
Belum Terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) ,
Kepala KPP memberitahukan perubahan tersebut kepada
wakil Wajib Pajak.
Pasal 20
(1) Kepala KPP atas permohonan wakil Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP
terhadap Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dalam hal
warisan sudah selesai dibagi.
(2) Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Permohonan Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan secara elektronik atau tertulis,
dan dilampiri dengan dokumen yang menunjukkan bahwa war1san sudah
menyebutkan ahli waris.
selesai dibagi dengan
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan
berdasarkan hasil Pemeriksaan.
(7) Berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) , Kepala KPP menerbitkan keputusan atas
permohonan penghapusan NPWP atas Wajib Pajak
Warisan Belum Terbagi tersebut paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima
secara lengkap.
(8) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan
keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan surat
keputusan penghapusan NPWP paling lama 1 (satu)
bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) berakhir.
Pasal 2 1
(1 ) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1 ) dilakukan Kepala KPP
berdasarkan data dan/ atau informasi perpajakan yang
dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan. Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Kepala KPP juga
dapat melakukan penghapusan NPWP secara jabatan
berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap Wajib
Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
(4) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan
keputusan penghapusan NPWP.
Pasal 22
(1) Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif
dan/atau objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) , penghapusan NPWP dilakukan sepanjang Wajib
Pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak mempunyai utang pajak;
b. tidak sedang dilakukan tindakan:
1. pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
2 . pemeriksaan bukti permulaan;
3 . penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
atau
4 . penuntutan
perpajakan;
tindak pidana di bidang
c. tidak sedang dalam proses penyelesaian persetujuan
bersama (mutual agreement procedure);
d. tidak sedang dalam proses penyelesaian
kesepakatan harga transfer (advance pricing
agreement);
e. seluruh NPWP cabang telah dihapus; dan
f. tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya
hukum di bidang perpajakan, berupa:
1. keberatan;
2 . pengurangan atau penghapusan
administrasi;
3 . pengurangan atau pembatalan SKP;
4 . pengurangan atau pembatalan STP

pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau
penelitian PBB;
6 . gugatan;
7. banding; danj atau
8 . peninjauan kembali.
(2) Dikecualikan dari pengertian utang pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan utang pajak
yang penagihannya telah kedaluwarsa.
Bagian Ketiga
Wajib Pajak Badan
Pasal 23
(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (6) huruf c wajib mendaftarkan diri pada KPP atau
KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi ternpat kedudukan.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Wajib Pajak yang memiliki kewajiban perpajakan
sebagai pembayar pajak, pemotong danj atau
pemungut pajak; atau
b. Wajib Pajak yang hanya memiliki kewajiban
perpajakan sebagai pemotong dan/ atau pemungut
pajak.
(3) Terhadap Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha di
beberapa ternpat, selain diwajibkan mendaftarkan diri- ke
KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP atau
KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi masing-masing
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak untuk memperoleh
NPWP cabang pada setiap tempat kegiatan usaha.
Pasal 24
(1 ) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) , wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah
saat pendirian.
Terhadap Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha di
beberapa tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (3) , wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah adanya suatu
kegiatan usaha yang mulai dilakukan oleh Wajib Pajak di
tempat kegiatan usaha tersebut.
Pasal 25
(1 ) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan mengajukan
permohonan secara elektronik atau tertulis, serta
dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan.
(2) Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. dokumen yang menunjukkan pendirian atau
pembentukan Badan dan perubahannya;
b. dokumen yang menunjukkan identitas diri pengurus
Badan; dan
c. dokumen yang menunjukkan tempat kegiatan usaha
Badan.
(3) Permohonan secara elektronik sebagaima!).a dimaksud
pada ayat (1) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pad a
ayat (1) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(5) Berdasarkan permohonan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) , Kepala KPP atau KP2KP
menerbitkan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.

Pasal 26
(1 ) Dalam hal Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat ( 1 ) , Kepala
KPP atau KP2KP dapat menerbitkan NPWP secara
jabatan.
(2) Penerbitan NPWP secara jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
atau hasil penelitian administrasi sesuai data dan/ atau
informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat
Jenderal Pajak, termasuk data dan/ atau informasi yang
diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi.
Pasal 27
(1) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan perubahan data Wajib
Pajak dalam hal:
a. data dan/ atau informasi yang terdapat dalam
administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan
yang sebenarnya; dan
b. perubahan data dimaksud tidak mengakibatkan
pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen
yang menunjukkan adanya perubahan data Wajib Pajak.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Setelah melakukan perubahan data Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) , Kepala KPP
memberitahukan perubahan tersebut kepada Wajib Pajak
yang bersangkutan.
Pasal 28
(1) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan pemindahan tempat
Wajib Pajak terdaftar, dalam hal tempat kedudukan
menurut keadaan yang sebenarnya pindah ke wilayah
kerja KPP lain.
(2) Permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kedudukan Wajib Pajak yang baru.
(3) Pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Wajib
Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan pemindahan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dapat dilakukan secara
elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen
yang menunjukkan adanya perubahan tempat
kedudukan Wajib Pajak.
(5) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.

Setelah melakukan pemindahan tempat Wajib Pajak
terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) , Direktur
Jenderal Pajak atau Kepala KPP memberitahukan
pemindahan tersebut kepada Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Pasal 29
(1) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak sebagai
Wajib Pajak Non-Efektif.
(2) Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(3) Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan
dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
memenuhi kriteria Wajib Pajak Non-Efektif.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Kepala KPP memberitahukan persetujuan penetapan
Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non-Efektif atau
penolakan permohonan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak
Non-Efektif kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pasal 30
(1) Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara
jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap
Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/ atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam hal:
a. Wajib Pajak dilikuidasi atau dibubarkan karena
penghentian atau penggabungan usaha;
b. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah
menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
c. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP,
tidak termasuk NPWP cabang.
Pasal 3 1
(1) Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
(2) Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara elektronik atau tertulis,
dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan.
(3) Dokumen yang disyaratkan sebagai lampiran
permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa:
a. dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
Badan telah dilikuidasi atau dibubarkan; atau
b. dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
Bentuk Usaha Tetap telah menghentikan kegiatan
usahanya di Indonesia.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan
berdasarkan hasil Pemeriksaan.
(7) Berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) , Kepala KPP menerbitkan keputusan atas
permohonan tersebut paling lama 1 2 (dua belas) bulan
sejak tanggal permohonan Wajib Pajak diterima secara
lengkap.
(8) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan
keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan surat
keputusan penghapusan NPWP paling lama 1 (satu)
bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) berakhir.
Pasal 32
(1) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan Kepala KPP
berdasarkan data dan/ atau informasi perpajakan yang
dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan.
(3) Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Kepala KPP juga
dapat melakukan penghapusan NPWP secara jabatan
berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap Wajib
Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
(4) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan
keputusan penghapusan NPWP

Pasal 33
(1 ) Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif
dan/ atau objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (1 ) , penghapusan NPWP dilakukan sepanjang Wajib
Pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak mempunyai utang pajak;
b. tidak sedang dilakukan tindakan:
1 . pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
2 . pemeriksaan bukti permulaan;
3 . penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
atau
4 . penuntutan
perpajakan;
tindak pidana di bidang
c. tidak sedang dalam proses penyelesaian persetujuan
bersama (mutual agreement procedure);
d. tidak sedang dalam proses penyelesaian
kesepakatan harga transfer (advance pricing
agreement);
e. seluruh NPWP cabang telah dihapus; dan
f. tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya
hukum di bidang perpajakan, berupa:
1 . keberatan;
2 . pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi;
3 . pengurangan atau pembatalan SKP;
4 . pengurangan atau pembatalan STP;
5. pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau
penelitian PBB;
6. gugatan;
7. banding; danj atau
8. peninjauan kembali.
(2) Dikecualikan dari pengertian utang pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) huruf a, meliputi:
a. utang pajak yang penagihannya telah daluwarsa;
dan atau  utang pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang
tidak mempunyai harta kekayaan.
Bagian Keempat
Wajib Pajak Bendahara
Pasal 34
(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(6) huruf d wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan.
(2) Pendaftaran diri Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ) dilakukan paling lama sebelum melakukan
pemotongan dan/ atau pemungutan pajak.
Pasal 35
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
dilakukan dengan mengajukan permohonan secara
elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen
yang disyaratkan.
(2) Dokumen yang disyaratkan sebagai lampiran
permohonan pendaftaran NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
ditunjuk sebagai bendahara; dan
b. dokumen identitas diri orang pribadi yang ditunjuk
sebagai bendahara.
(3) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1 ) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.

Berdasarkan permohonan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) , Kepala KPP atau KP2KP
menerbitkan NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 36
( 1 ) Dalam hal Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Kepala KPP atau
KP2KP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan.
(2) Penerbitan NPWP secara jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
atau hasil penelitian administrasi sesuai data dan/ atau
informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat
Jenderal Pajak, termasuk data danj atau informasi yang
diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi.
Pasal 37
(1) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan perubahan data Wajib
Pajak dalam hal:
a. data dan/ atau informasi yang terdapat dalam
administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan
yang sebenarnya; dan
b. perubahan data dimaksud tidak mengakibatkan
pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan Wajib Pajak.
(3) Permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) , dapat dilakukan secara
elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen
yang menunjukkan adanya perubahan data Wajib Pajak.
(4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Setelah melakukan perubahan data Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) , Kepala KPP
memberitahukan perubahan tersebut kepada Wajib Pajak
yang bersangkutan.
Pasal 38
(1) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan pemindahan tempat
Wajib Pajak terdaftar, dalam hal tempat kedudukan
menurut keadaan yang sebenarnya pindah ke wilayah
kerja KPP lain.
(2) Permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada:
a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
b. KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kedudukan Wajib Pajak yang baru.
(3) Pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Wajib
Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan pemindahan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen
yang menunjukkan adanya perubahan tempat
kedudukan Wajib Pajak.
(5) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disampaikan:

  1. secara langsung;
    b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
    c. rnelalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
    dengan bukti pengiriman surat.
    (7) Setelah melakukan pemindahan tempat Wajib Pajak
    terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Direktur
    Jenderal Pajak atau Kepala KPP memberitahukan
    pemindahan tersebut kepada Wajib Pajak yang
    bersangkutan.
    Pasal 39
    (1) Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau
    secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak sebagai
    Wajib Pajak Non-Efektif.
    (2 ) Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada:
    a. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
    b. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
    kedudukan Wajib Pajak.
    (3) Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
    secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan
    dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
    memenuhi kriteria Wajib Pajak Non-Efektif.
    (4) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3 ) disampaikan melalui saluran tertentu yang
    ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
    (5 ) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) disampaikan:
    a. secara langsung;
    b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
    c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
    dengan bukti pengiriman surat.
    (6) Kepala KPP memberitahukan persetujuan penetapan
    Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non-Efektif atau
    penolakan permohonan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak
     
  2. Non-Efektif kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pasal 40
(1) Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara
jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap
Wajib Pajak yang:
a. tidak lagi memiliki kewajiban sebagai bendahara;
atau
b. memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP.
(2 ) Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan pada:
c. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
d. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan Wajib Pajak.
(3 ) Permohonan Penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen
yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak
memiliki kewajiban sebagai bendahara.
(4 ) Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2 ) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2 ) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
(6) Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan hasil Pemeriksaan.
(7) Berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) , Kepala KPP menerbitkan keputusan atas
permohonan tersebut paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal permohonan Wajib Pajak diterima secara
lengkap.
(8) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan
keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) berakhir.

Pasa1 41
(1) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dilakukan Kepala KPP
berdasarkan data dan/ atau informasi perpajakan yang
dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penghapusan NPWP atau secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan.
(3) Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Direktur Jenderal
Pajak juga dapat melakukan penghapusan NPWP secara
jabatan melalui penelitian administrasi terhadap Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
(4) Penghapusan NPWP secara jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan melalui penerbitan
keputusan penghapusan NPWP.
Pasal 42
(1) Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif
danj atau objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (1) , penghapusan NPWP dilakukan sepanjang Wajib
Pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak mempunyai utang pajak;
b. tidak sedang dilakukan tindakan:
1. pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
2. pemeriksaan bukti permulaan;
3. penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan; atau
4 . penuntutan tindak pidana di bidang
perpajakan; dan tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya
hukum di bidang perpajakan, berupa:
1. keberatan;
2 . pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi;
3 . pengurangan atau pembatalan SKP;
4 . pengurangan atau pembatalan STP;
5. pembatalan hasil pemeriksaan atau verifikasi;
6. gugatan;
7. banding; danj atau
8 . peninjauan kembali.
(2 ) Dikecualikan dari pengertian utang pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, tneliputi:
a. utang pajak yang penagihannya telah daluwarsa;
danj atau
b. utang pajak yang dimiliki oleh:
1. Wajib Pajak yang telah meninggal dunia dengan
tidak meninggalkan warisan; atau
2 . Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta
kekayaan.
Bagian Keenam
Ketentuan Lain-Lain
Pasal 43
Berdasarkan pertimbangan kemudahan administratif,
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat melakukan
penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak yang tidak lagi
memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

BAB III
PENGUKUHAN DAN PENCABUTAN
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
Bagian Kesatu
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pasal 44
(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan yang merupakan
objek pajak sesuai Undang-Undang PPN, kecuali
pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
(2 ) Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat memilih untuk melaporkan usahanya guna
dikukuhkan sebagai PKP.
(3) Pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan
penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai UndangUndang PPN dapat melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
(4) Pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , ayat (2 ) , dan
ayat (3) dilakukan oleh Pengusaha dengan
menyampaikan permohonan pada:
a. KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
ternpat tinggal atau tern pat kedudukan, dan/ a tau
tempat kegiatan usaha Pengusaha; atau
b. KPP tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
(5) Selain melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP
pada KPP atau KP2KP sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) , Pengusaha dapat melaporkan usaha untuk
dikukuhkan sebagai PKP pada tempat tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai
PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat  jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan brutonya
melebihi batasan Pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri keuangan  Pasa1 45
( 1 ) Tempat pelaporan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (4) huruf a bagi Pengusaha orang pribadi
yaitu:
a. KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal, dalam hal tempat kegiatan usaha
untuk melakukan penyerahan yang merupakan
objek pajak sesuai dengan Undang-Undang PPN
berada di tempat tinggalnya; danj atau
b. KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha untuk melakukan
penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai
dengan Undang-Undang PPN, dalam hal tempat
kegiatan usaha tersebut berada di tempat yang
berbeda dengan tempat tinggalnya.
(2 ) Dalam hal tempat kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan jasa
Kantor Virtual, Kantor Virtual tersebut dapat digunakan
sebagai tempat PKP dikukuhkan sepanjang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. terpenuhinya kondisi pengelola Kantor Virtual
sebagai berikut:
1 . telah dikukuhkan sebagai PKP;
2 . menyediakan ruangan fisik untuk tempat
kegiatan usaha bagi Pengusaha yang akan
dikukuhkan se bagai PKP; dan
3. secara nyata melakukan kegiatan layanan
pendukung kantor,
dan
b. Pengusaha pengguna jasa Kantor Virtual dimaksud
memiliki izin usaha atau dokumen sejenis lainnya
yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi yang
berwenang. Pasal 46
(1 ) Tempat pelaporan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (4) huruf a bagi Pengusaha berbentuk
Badan yaitu:
a. KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kedudukan menurut keadaan yang
sebenarnya; dan
b. KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha untuk melakukan
penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai
dengan Undang-Undang PPN.
(2 ) Dalam hal tempat kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ) huruf b menggunakan jasa
Kantor Virtual, Kantor Virtual tersebut dapat digunakan
sebagai tempat PKP dikukuhkan sepanjang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. terpenuhinya kondisi pengelola Kantor Virtual
sebagai berikut:
1 . telah dikukuhkan sebagai PKP;
2 . menyediakan ruangan fisik untuk tempat
kegiatan usaha bagi Pengusaha yang akan
dikukuhkan sebagai PKP; dan
3. secara nyata melakukan kegiatan layanan
pendukung kantor,
dan
b. Pengusaha pengguna jasa Kantor Virtual dimaksud
memiliki izin usaha atau dokumen sejenis lainnya
yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi yang
berwenang.
Pasal 47
(1 ) Permohonan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 disampaikan secara elektronik atau
tertulis, serta dilampiri dengan dokumen yang
 disyaratkan.  Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan melalui saluran tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
Pasal 48
Dokumen yang disyaratkan sebagai lampiran permohonan
pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (1) berupa:
a. untuk Pengusaha orang pribadi:
1. dokumen yang menunjukkan identitas diri
Pengusaha untuk Warga Negara Indonesia maupun
Warga Negara Asing; dan
2 . dokumen yang menunjukkan adanya kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas untuk setiap tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
b. untuk Pengusaha berbentuk Badan:
1. dokumen yang menunjukkan pendirian atau
pembentukan Badan dan perubahannya;
2 . dokumen yang menunjukkan adanya kegiatan
usaha untuk setiap tempat kegiatan usaha; dan
3. dokumen yang menunjukkan identitas diri seluruh
pengurus atau penanggung jawab Pengusaha;
a tau
c. untuk Pengusaha yang menggunakan Kantor Virtual
sebagai tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan,
selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam huruf a atau huruf b, Pengusaha juga harus
melampirkan:
1. dokumen yang menunjukkan kontrak, perjanjian,
atau dokumen sejenis antara penyedia jasa Kantor
Virtual dan Pengusaha; dan dokumen yang menunjukkan adanya pemberian
izin, keterangan usaha, atau keterangan kegiatan
dari pejabat atau instansi yang ber wenang  Pasal49
Pengukuhan PKP berdasarkan permohonan Pengusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat diberikan
sepanjang Pengusaha memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Pengusaha orang pribadi:
1. telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir
yang telah menjadi ke wajibannya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan; dan
2. tidak mempunyai utang pajak, kecuali utang pajak
yang telah memperoleh persetujuan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
atau
b. untuk Pengusaha berbentuk Badan:
1. telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir
yang telah menjadi ke wajibannya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
2. tidak mempunyai utang pajak, kecuali utang pajak
yang telah memperoleh persetujuan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak; dan
3 . ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
angka 2 juga berlaku untuk seluruh pengurus atau
penanggung ja wab Pengusaha.
Pasal 50
(1 ) Berdasarkan permohonan pengukuhan PKP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4 ) , Kepala KPP atau
KP2KP meneliti pemenuhan kelengkapan dan kesesuaian
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

BAB IV
KETENTUAN LAI N-LAIN
Pasal 59
(1 ) Ke wajiban perpajakan bagiWajib Pajak yang diterbitkan
NP WP dan/ atau dikukuhkan sebagai PKP berdasarkan
permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dimulai
sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima)

tahun sebelum diterbitkannya NP WP danjatau
dikukuhkan sebagai PKP.
(2) Penghapusan NP WP dan/ atau Pencabutan Pengukuhan
PKP dimaksudkan untuk kepentingan administrasi
perpajakan serta tidak menghilangkan hak dan
ke wajiban perpajakan yang harus dilaksanakan oleh
Wajib Pajak dan/ atau PKP yang bersangkutan.
Pasal 60
(1 ) Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan Sertifikat
Elektronik kepada Wajib Pajak yang berfungsi sebagai
otentifikasi pengguna layanan perpajakan secara
elektronik yang ditentukan dan/ atau disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak selain bagi PKP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal5 0ayat(2) huruf a.
(2) Pemberian Sertifikat Elektronik kepada Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) diatur lebih lanjut
dengan PeraturanDirekturJenderal Pajak.
Pasal6 1
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis
pelaksanaan:
1 . pendaftaran Wajib Pajak dan pemberian NP WP,
perubahan data, pemindahan Wajib Pajak, penetapan
Wajib Pajak Non-Efektif dan penghapusan NP WP;
2. pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, pemberian
Sertifikat Elektronik, permintaan kembali Sertifikat
Elektronik, pencabutan pengukuhan PKP dan Sertifikat
Elektronik, klarifikasi pencabutan pengukuhan PKP,
serta pembatalan pencabutan pengukuhan PKP;
3 . kegiatan ekstensifikasi untuk pemberian NP WP danjatau
pengukuhan PKP;
4 . penentuan tempat tinggal, tempat kedudukan, atau
tempat kegiatan usaha bagiWajib Pajak;
5 . kriteria PKP yang Sertifikat Elektroniknya dinonaktifkan
sementara dan penonaktifan sementara Sertifikat
Elektronik olehDirekturJenderaJ Pajak; dan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan terhadap
PKP yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai PKP,
diatur dengan PeraturanDirekturJenderal Pajak

BABV
KETENTUAN PERALI HAN
Pasal 62
Pada saat PeraturanMenteri ini mulai berlaku:
1 . Terhadap PKP yang dikukuhkan sebelum tanggal
1 Agustus 20 17 , dan sampai dengan berlakunya
PeraturanMenteri ini:
a. belum memilikiSertifikat Elektronik; atau
b. pernah memiliki Sertifikat Elektronik namun
sertifikat elektronik tersebut sudah habis masa
berlakunya dan tidak meminta Sertifikat Elektronik
baru,
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan
pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 7 ayat(5 ) .
2. PKP yang dikukuhkan sejak tanggal 1 Agustus 2017 , dan
sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini belum
memilikiSertifikat Elektronik, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. PKP wajib menyampaikan permintaan dan aktivasi
Sertifikat Elektronik pada KPP atau KP2KP tempat
PKP dikukuhkan, paling lama 3 (tiga) bulan setelah
berlakunya PeraturanMenteri ini; dan
b. Dalam hal PKP tidak menyampaikan permintaan
dan aktivasi Sertifikat Elektronik dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Kepala KPP secara jabatan
melakukan pencabutan pengukuhan PKP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal55.
3 . Terhadap PKP yang menerbitkan dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak Juli, Agustus,
dan/ atau September tahun 2017 , tidak dilakukan
pencabutan pengukuhan PKP serta kepadanya diberikan
Sertifikat Elektronik secara jabatan dan PKP tersebut
harus melakukan aktivasi Sertifikat Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 2 ayat(1 ) .
4 . Terhadap permohonan pendaftaran NP WP, pengukuhan
PKP, penghapusan NP WP, dan pencabutan pengukuhan
PKP yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini
berlaku dan belum diselesaikan, proses penyelesaian
permohonan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan
sebagaimana diatur dalam PeraturanMenteri ini.
Pasal63
Pada saat PeraturanMenteri ini mulai berlaku:
1 . Peraturan pelaksanaan dari PeraturanMenteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 18 2/ P MK.OS/ 2015 tentang
Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak,
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan
Nomor PokokWajib Pajak, dan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak(Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1466) , dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini dan/ atau belum diatur
dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan
PeraturanMenteri ini; dan
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
18 2/ P MK.OS/ 2015 tentang TataCara Pendaftaran Nomor
PokokWajib Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,
Penghapusan Nomor PokokWajib Pajak, dan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1466) , dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

BABV I
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64
Peraturan Menteri ini
tanggal 1 November 2017 .
mulai berlaku pada

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 1 0 ktober2 0 1 7
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONE SIA,
ttd.
SRIMULYANI INDRA WATI


 

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles