NOMOR 115/PMK.05/2017

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 115/PMK.05/2017

TENTANG

PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 32/PMK.05/2014
TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
  1. bahwa untuk menyempurnakan penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara dan untuk melaksanakan kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
  2. bahwa untuk menyempurnakan proses bisnis sistem penerimaan negara secara elektronik, perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik; 

Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 200);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 32/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK.

 
Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 200), diubah sebagai berikut:
 
1. Ketentuan Pasal 1 angka 11 diubah dan ditambah 1 (satu) angka yaitu angka 30, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan.
  2. Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  3. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara. 
  4. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
  5. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
  6. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
  7. PT Pos Indonesia (Persero) yang selanjutnya disebut Kantor Pos adalah badan usaha milik negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/sentral giro gabungan/sentral giro gabungan khusus serta Kantor Pos.
  8. Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
  9. Bank Persepsi dan Pos Persepsi yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi adalah penyedia layanan penerimaan setoran penerimaan negara sebagai collecting agent dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
  10. Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Dit. PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  11. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
  12. Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemik dan diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
  13. User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem dan proses bisnis penatausahaan penerimaan negara pada bank/pos persepsi atau bank umum/devisa atau badan/lembaga yang mengajukan permohonan untuk menjadi bank/pos persepsi dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
  14. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh Sistem Settlement.
  15. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai Bank Persepsi.
  16. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pos sebagai Pos persepsi.
  17. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran. 
  18. Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian penerimaan negara yang dibuat oleh Bank/Pos Persepsi dalam bentuk arsip data komputer.
  19. Sistem Settlement adalah sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
  20. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  21. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  22. Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima untuk kemudian menyetorkan penerimaan negara menurut peraturan perundang-undangan.
  23. CA Only adalah penerimaan negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Bank/Pos Persepsi.
  24. Settlement Only adalah transaksi penerimaan negara yang tercatat pada Sistem Settlement (mendapatkan NTPN) namun tidak terdapat pada data penerimaan negara dari sistem Bank/Pos Persepsi.
  25. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
  26. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  27. Biller adalah Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.
  28. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
  29. Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
  30. Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan adalah Kantor/Satuan Kerja pada Kementerian/Lembaga yang memiliki hak, kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola penerimaan negara.
2. Ketentuan ayat (4) dan ayat (5) Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 14
 
(1) Kementerian Keuangan menyediakan sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara pada sistem Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(2) Sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Biller.
(3) Biller sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
  1. Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai; dan
  3. Direktorat Jenderal Anggaran.
(4) Sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c digunakan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak dan penerimaan negara lainnya.
(5) Penerimaan negara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
  1. setoran sisa Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan (UP/TUP);
  2. pengembalian belanja;
  3. penerimaan Perhitungan Pihak Ketiga;
  4. penerimaan hibah langsung; dan
  5. penerimaan pembiayaan.
3. Ketentuan Pasal 19 ayat (8) dihapus dan ayat (9) diubah, sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 19
 
(1) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk loket/teller (over the counter) pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, Bank/Pos Persepsi wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menginput Kode Billing yang diberikan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor ke dalam sistem aplikasi pembayaran untuk memperoleh informasi detail pembayaran;
  2. melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; dan
  3. mencetak dan memberikan BPN yang ditera NTB/NTP dan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(2) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1) huruf b, Bank/Pos Persepsi wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: 
  1. menampilkan detail transaksi pembayaran berdasarkan Kode Billing pada Sistem Elektronik;
  2. meminta konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
  3. mencetak/memberikan BPN yang ditera NTB/NTP dan NTPN dalam bentuk struk dan/atau Dokumen Elektronik; dan
  4. menyediakan layanan pencetakan ulang BPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(3) Bank/Pos Persepsi mengkreditkan setiap transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ke rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
(4) Transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang telah diterbitkan BPN, tidak dapat dibatalkan oleh Bank/Pos Persepsi.
(5) Dalam hal BPN yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi belum ditera NTPN, Bank/Pos Persepsi memberikan/memberitahukan NTPN atas transaksi Penerimaan Negara berkenaan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor paling lambat satu hari kerja berikutnya setelah memperoleh NTPN dari Sistem Settlement.
(6) Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN.
(7) Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terjadinya pembayaran ganda, kelebihan pembayaran yang terjadi dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
(8) Dihapus.
(9) Dalam hal Bank/Pos Persepsi telah mengkredit transaksi Penerimaan Negara ke rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun Kode Billing dimaksud telah terbayar dan/atau terkredit lebih dari satu kali atas Kode Billing yang sama, Bank/Pos Persepsi dapat mendebet rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi atas transaksi bersangkutan.
(10)  Kepada Bank/Pos Persepsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan sebagai Bank/Pos Persepsi.
(11) Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.
4. Ketentuan Pasal 21 ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 21
 
(1) Setelah Sistem Settlement memberikan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Sistem Settlement menerbitkan NTPN.
(2) NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Biller secara real time.
(3) Penyampaian NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan notifikasi atas diterimanya pembayaran di rekening Kas Negara.
(4) Terhadap transaksi Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN, Biller melakukan pencocokan data transaksi Penerimaan Negara dengan Sistem Settlement secara periodik.
(5) Untuk pencocokan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Sistem Settlement menyediakan data transaksi Penerimaan Negara secara harian.
5. Setelah Bagian Keempat ditambahkan 1 (satu) Bagian, yakni Bagian Kelima dan diantara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 6 (enam) Pasal, yakni Pasal 23A sampai dengan Pasal 23F, sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Bagian Kelima
Pembatalan Transaksi Penerimaan Negara

Pasal 23A

Dalam hal terdapat kesalahan nilai nominal pada Kode Billing yang dibuat oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dan terdapat kelalaian petugas Bank/Pos Persepsi dalam melakukan eksekusi Kode Billing, KPPN Khusus Penerimaan dapat melakukan pembatalan atas transaksi Penerimaan Negara.
 
Pasal 23B
 
(1) Pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23A, dapat dilakukan dalam hal telah terdapat transaksi Penerimaan Negara pengganti.
(2) Transaksi Penerimaan Negara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan transaksi Penerimaan Negara yang disetorkan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor menggunakan Kode Billing dengan nilai nominal yang benar sebagai pengganti atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan.
 
Pasal 23C

Pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23A dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor mengajukan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara kepada Kantor Cabang/Unit Layanan Bank/Pos Persepsi dilampiri dengan:
    1. surat pernyataan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor yang dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
    2. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara pengganti;
  2. berdasarkan permohonan pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kantor Cabang/Unit Layanan Bank/Pos Persepsi menerbitkan Surat Pernyataan Kantor Cabang/Unit Layanan Bank/Pos Persepsi yang dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  3. Kantor Cabang/Unit Layanan Bank/Pos Persepsi menyampaikan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara kepada Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi dilampiri dengan:
    1. surat pernyataan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
    2. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara pengganti;
    3. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan; dan
    4. Surat Pernyataan Kantor Cabang/Unit Layanan Bank/Pos Persepsi;
  4. berdasarkan permohonan pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi menerbitkan Surat Permohonan Pembatalan Transaksi Penerimaan Negara yang dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
  5. Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi menyampaikan Surat Permohonan Pembatalan Transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam huruf d kepada KPPN Khusus Penerimaan dilampiri dengan:
    1. surat pernyataan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
    2. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara pengganti;
    3. fotokopi BPN atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan; dan
    4. surat pernyataan Kantor Cabang/Unit Layanan Bank/Pos Persepsi.
 
Pasal 23D
 
(1) Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN Khusus Penerimaan bahwa terdapat transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan dan dananya tidak dilimpahkan ke rekening sub Rekening KUN.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak transaksi Penerimaan Negara dilakukan.
(3) Transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam LHP Elektronik hari berkenaan.
 
Pasal 23E

Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23C huruf e belum diterima oleh KPPN Khusus Penerimaan sampai dengan 5 (lima) hari kerja setelah adanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23D ayat (1), pembatalan transaksi Penerimaan Negara tidak dapat dilakukan.
 
Pasal 23F
 
(1) KPPN Khusus Penerimaan melakukan verifikasi terkait kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23C huruf e.
(2) Dalam hal permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara yang diajukan oleh Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23C huruf e tidak memenuhi persyaratan, KPPN Khusus Penerimaan menerbitkan Surat Penolakan Permohonan Pembatalan Transaksi Penerimaan Negara yang dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) KPPN Khusus Penerimaan menyampaikan kembali Surat Permohonan Pembatalan Transaksi Penerimaan Negara beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23C huruf e disertai dengan Surat Penolakan Permohonan Pembatalan Transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara yang diajukan oleh Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23C huruf e telah memenuhi persyaratan, KPPN Khusus Penerimaan:
  1. menerbitkan Surat Persetujuan Pembatalan transaksi Penerimaan Negara yang dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  2. melakukan pemblokiran data transaksi Penerimaan Negara pada Sistem Settlement;
  3. melakukan penyesuaian data transaksi Penerimaan Negara pada SPAN; dan
  4. mengirimkan notifikasi pemblokiran transaksi penerimaan negara secara sistem kepada Biller.
(5) KPPN Khusus Penerimaan menyampaikan Surat Persetujuan Pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a kepada:
  1. Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi, sebagai dasar untuk melakukan perbaikan LHP Elektronik;
  2. Biller, sebagai dasar untuk melakukan pemblokiran data transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan pada database Biller, dan
  3. Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan melalui KPPN mitra kerja untuk setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Negara lainnya, sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian pencatatan pada laporan keuangan.
(6) Kantor Pusat Bank/Pos Persepsi menyampaikan kembali LHP Elektronik yang telah diperbaiki kepada KPPN Khusus Penerimaan.
6. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 24 diubah, sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 24
 
(1) Penerimaan Negara yang diterima oleh Bank Persepsi dalam mata uang Rupiah dan/atau mata uang asing setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan wajib dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah dan/atau mata uang asing dan harus diterima di rekening penerimaan di rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang Rupiah dan/atau mata uang asing paling lambat Pukul 16.30 WIB.
(2) Penerimaan Negara yang diterima oleh Pos Persepsi dalam mata uang Rupiah setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan wajib dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah dan harus diterima di rekening penerimaan di rekening sub Rekening KUN, diatur sebagai berikut:
  1. transaksi Penerimaan Negara yang diterima oleh Kantor Pos Pemeriksa wajib dilimpahkan pada hari kerja berkenaan (H+0) paling lambat pukul 16.30 WIB; dan
  2. transaksi Penerimaan Negara yang diterima oleh Kantor Pos Cabang/Unit Layanan lainnya wajib dilimpahkan pada hari kerja berikutnya (H+1) paling lambat pukul 09.00 WIB.
(3) Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah dan rekening penerimaan dalam mata uang asing ke rekening sub Rekening KUN penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN.
(4) Kepada Bank/Pos Persepsi yang terlambat/kurang melakukan pelimpahan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa denda.
(5) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.
7. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 25

Pelimpahan atas Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) yang telah dilimpahkan melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri namun belum diterima di sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing pada neraca diakui sebagai cash in transit.
8. Ketentuan Pasal 37 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 357 berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 37
 
(1) Permohonan koreksi atas transaksi Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN diajukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor kepada Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan.
(2) Dihapus.
(3) Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan melakukan penelitian, pengujian, dan perubahan atas data transaksi Penerimaan Negara berdasarkan permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan menyampaikan perubahan atas data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada KPPN mitra kerja.
(5) Tata cara pengajuan, penelitian, dan pengujian terhadap permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Biller atau Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat sesuai dengan kewenangannya.
9. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 38

Berdasarkan perubahan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, KPPN mitra kerja melakukan penyesuaian terhadap data transaksi Penerimaan Negara yang ditatausahakan.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
  
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2017
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA
Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles