PMK - 268/PMK.03/2015

  PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 268/PMK.03/2015
TENTANG
      TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN
                   PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN
          BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS
DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
          BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS
   YANG TELAH DIBEBASKAN SERTA PENGENAAN SANKSI
             DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
            MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor 
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan 
Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas 
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak 
Tertentu yang Bersifat Strategis dan Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak 
Tertentu yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan serta Pengenaan Sanksi;
Mengingat :
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu 
yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2015 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5750);
      MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN 
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG 
BERSIFAT STRATEGIS DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG KENA PAJAK 
TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG TELAH DIBEBASKAN SERTA PENGENAAN SANKSI.
Pasal 1
(1) Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan 
Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang 
maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena 
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak 
termasuk suku cadang;
b. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan 
maupun budidaya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 81 
Tahun 2015;
c. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
d. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri 
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan 
di bidang pertanian;
e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan;
f. pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
g. pakan ikan;
h. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan 
dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan 
Menteri Keuangan tersendiri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang 
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang 
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; dan
i. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak 
batangan.
(2) Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari 
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang 
maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena 
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak 
termasuk suku cadang;
b. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan 
maupun budidaya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 81 
Tahun 2015;
c. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
d. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri 
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan 
di bidang pertanian;
e. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau 
perikanan;
f. pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
g. pakan ikan;
h. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan 
dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan 
Menteri Keuangan tersendiri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang 
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang 
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
i. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak 
batangan;
j. unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau 
pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak 
melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
2. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan 
pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
3. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, 
dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan 
perundang-undangan di bidang rumah susun; dan
4. batasan terkait harga jual unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik dan penghasilan 
bagi orang pribadi yang memperoleh unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik 
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri setelah mendapat 
pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang 
pekerjaan umum dan perumahan rakyat; dan
k. listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) Voltase Amper.
Pasal 2
Pajak Masukan atas impor dan/atau atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang 
digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya 
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
Pasal 3
(1) Pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau 
penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
ayat (1) huruf a dan Pasal 1 ayat (2) huruf a menggunakan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan 
Nilai untuk setiap kali impor dan/atau penyerahan.
(2) Pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak 
tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, 
huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i, tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas Pajak 
Pertambahan Nilai.
(3) Pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena 
Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b, huruf c, 
huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k, tanpa menggunakan Surat 
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 4
(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak 
tertentu yang bersifat strategis harus memiliki Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sebelum impor dan/atau penyerahan.
(2) Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak 
Pertambahan Nilai kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat 
Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
(3) Permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
harus dilampiri dokumen pendukung berupa:
a. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. fotokopi surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. asli surat kuasa khusus dalam hal Pengusaha Kena Pajak menunjuk seorang kuasa untuk 
mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai;
d. penjelasan tertulis secara rinci bahwa mesin dan peralatan pabrik yang diimpor/diterima akan 
dipergunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan Barang Kena Pajak; dan
e. surat pernyataan bermeterai bahwa mesin dan peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh 
tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dalam jangka waktu sesuai dengan 
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal impor, permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud 
pada ayat (2) juga harus dilampiri dokumen pendukung lainnya berupa:
a. invoice;
b. Bill of Lading (B/L) atau airway bill (AWB);
c. dokumen kontrak pembelian; dan
d. dokumen pembayaran atau dokumen pengakuan utang.
(5) Dalam hal penyerahan, permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana 
dimaksud pada ayat (2) juga harus dilampiri dokumen pendukung lainnya berupa dokumen kontrak 
pembelian atau dokumen lain yang menunjukkan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak.
Pasal 5
(1) Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 4 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan 
Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan 
Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai diterima lengkap.
(2) Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan atas 
Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang disetujui untuk diberikan fasilitas dibebaskan 
Pajak Pertambahan Nilai baik sebagian atau seluruhnya oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama 
Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal terdapat penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penerbitan Surat Keterangan Bebas 
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, Surat 
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai diterbitkan atas bagian Pajak Pertambahan Nilai yang belum 
dipungut.
(4) Tata cara penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada 
ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 
ini.
Pasal 6
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang 
bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 telah dipungut atau dibayar, berlaku ketentuan sebagai 
berikut:
a. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan ke Kas Negara.
b. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis 
oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli, dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
c. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis 
oleh pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak, dapat diminta kembali sesuai dengan ketentuan 
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 7
(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan Surat Keterangan 
Bebas Pajak Pertambahan Nilai dalam hal:
a. terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitannya; atau
b. diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak 
berhak memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Dalam hal terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitan Surat Keterangan Bebas 
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pengusaha Kena Pajak dapat 
mengajukan permohonan:
a. pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai; dan
b. penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai baru.
(3) Permohonan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud 
pada ayat (2) harus disertai dengan alasan tertulis dilakukannya pembatalan dengan dilampiri asli Surat 
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang telah diterbitkan.
(4) Atas permohonan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud 
pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan Surat 
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai dan menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak 
Pertambahan Nilai baru paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.
(5) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak 
berhak memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat 
keterangan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai.
(6) Atas pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada 
ayat (5), Pengusaha Kena Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan dengan 
menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang 
perpajakan.
(7) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikreditkan sesuai 
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(8) Format surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana 
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak 
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang 
bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf j diberikan kepada orang pribadi, 
dan kepada orang pribadi dimaksud wajib membuat:
a. surat keterangan bermeterai dari pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan yang diterima 
setiap bulan, dalam hal pembeli adalah karyawan dan/atau surat pernyataan bermeterai 
mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli melakukan 
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
b. surat pernyataan bermeterai bahwa rumah susun sederhana milik merupakan unit hunian
pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak 
dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang rumah susun; dan
c. fotokopi bukti penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 2 (dua) tahun 
pajak terakhir sesuai dengan kewajiban perpajakannya.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak yang 
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 1 ayat (2) huruf j, sebelum penyerahan dilakukan.
(3) Pengusaha Kena Pajak yang menerima dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus 
menyimpan dokumen tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang 
perpajakan.
(4) Contoh format surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan contoh format surat 
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebagaimana tercantum dalam 
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
(1) Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang 
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), 
wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena 
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai 
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibubuhi cap atau diberikan keterangan "PPN 
DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 81 TAHUN 2015".
Pasal 10
(1) Terhadap Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang telah mendapat fasilitas dibebaskan 
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan 
Pasal 1 ayat (2) huruf a dan huruf j, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor 
dan/atau perolehan:
a. digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
b. dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya,
Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan atas impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak 
tersebut wajib dibayar.
(2) Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
ditetapkan pada saat Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis digunakan tidak sesuai dengan 
tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya.
(3) Kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan 
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis 
tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.
(4) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetorkan ke Kas Negara 
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(5) Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dapat 
dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
(6) Tata cara pengisian Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana 
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 11
(1) Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) tidak dipenuhi, 
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi 
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung sejak berakhirnya jangka 
waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) sampai dengan tanggal penerbitan 
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(2) Dalam hal pembayaran dilakukan setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 
ayat (3) dan kepada Wajib Pajak belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Direktur 
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga 
sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu pembayaran 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari 
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Pasal 12
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan oleh:
a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a atau Pengusaha Kena Pajak yang menerima 
penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
ayat (2) huruf a; atau
b. Wajib Pajak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf j.
Pasal 13
(1) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Wajib Pajak yang menerima 
penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 
huruf b yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, harus melaporkan Pajak Pertambahan 
Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat 
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan lembar ketiga Surat 
Setoran Pajak pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak terjadinya 
pengalihan penggunaan atau pemindahtanganan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.
(3) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pajak 
Pertambahan Nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaporkan ke Kantor 
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menyampaikan lembar ketiga Surat 
Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak terjadinya pengalihan 
penggunaan atau pemindahtanganan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.
Pasal 14
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang 
Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak 
Tertentu yang Bersifat Strategis yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan/Peraturan 
Menteri Keuangan:
a. Nomor 363/KMK.03/2002;
b. Nomor 371/KMK.03/2003;
c. Nomor 11/PMK.03/2007;
d. Nomor 31/PMK.03/2008,
beserta peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 15
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 8 Januari 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya 
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 2066
Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles