PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
	NOMOR 244/PMK.03/2015
	TENTANG
	       TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN
	       KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
	             DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
	            MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
	Menimbang :
	a.  bahwa ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak 
	telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan 
	dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri 
	Keuangan Nomor 185/PMK.03/2015; 
	b.  bahwa untuk menyelaraskan ketentuan tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan 
	pembayaran pajak dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem 
	perbendaharaan dan anggaran negara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara 
	penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak; 
	c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dan dalam rangka 
	melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan 
	Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
	Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata 
	Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak; 
	Mengingat :
	1.  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
	Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
	Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 
	2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara 
	Republik Indonesia Nomor 4999); 
	2.  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik 
	Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) 
	sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik 
	Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569); 
	3.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia 
	Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 
	4.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik 
	Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 
	      MEMUTUSKAN : 
	Menetapkan :
	PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN 
	PEMBAYARAN PAJAK. 
	BAB I 
	  KETENTUAN UMUM 
	Pasal 1  
	Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 
	1.  Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disingkat dengan 
	Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata 
	Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 
	Tahun 2009. 
	2.  Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang PPN adalah 
	Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
	Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang 
	Nomor 42 Tahun 2009. 
	3.  Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang PBB 
	adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah 
	diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. 
	4.  Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, 
	atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan 
	ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
	5.  Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat dengan KPP adalah kantor pelayanan di lingkungan 
	Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, 
	dan/atau tempat objek pajak diadministrasikan. 
	6.  Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat 
	oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah 
	kerja yang ditetapkan. 
	7.  Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan KPPN adalah instansi 
	vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan 
	sebagian fungsi Kuasa BUN. 
	8.  Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan 
	SKKP PBB adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB. 
	9.  Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat dengan SKPKPP 
	adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak. 
	10. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat dengan SPMKP adalah surat 
	perintah dari Kepala KPP kepada KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai dasar 
	kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, dan/atau dasar pembayaran kembali 
	kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak. 
	11.  Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang 
	diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran 
	Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKP. 
	12.  Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat dengan PPh adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam 
	Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali 
	diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
	13.  Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat 
	dengan PPN dan/atau PPnBM adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 
	Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
	sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. 
	14.  Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan yang selanjutnya 
	disingkat dengan PBB adalah pajak sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebagaimana 
	dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana 
	telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. 
	15.  Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan NTPN adalah nomor yang 
	tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara. 
	16.  Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat dengan ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy 
	yang disimpan dalam media penyimpanan digital. 
	BAB II 
	    KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK 
	Pasal 2 
	(1)  Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM dapat dikembalikan dalam hal terdapat: 
	a.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar 
	sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; 
	b.  Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak 
	Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP; 
	c.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar 
	sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP; 
	d.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian 
	Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP; 
	e.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian 
	Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP; 
	f.  Pajak yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah 
	Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
	17E Undang-Undang KUP dan Pasal 16E Undang-Undang PPN; 
	g.  Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian 
	Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang 
	PPN; 
	h.  Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau 
	Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung; 
	i.  Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana 
	dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP; 
	j.  Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi 
	atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 
	ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP; 
	k.  Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan 
	Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam 
	Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP; atau 
	l.  Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak 
	atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 
	ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP. 
	(2)  Tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan orang pribadi pemegang 
	paspor luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f mengikuti ketentuan dalam Peraturan 
	Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali 
	PPN barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri. 
	Pasal 3 
	Kelebihan pembayaran PBB dapat dikembalikan dalam hal terdapat: 
	a.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan SKKP PBB; 
	b.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan 
	Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung; 
	c.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana 
	dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB; 
	d.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi 
	sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Undang-Undang PBB;  
	e.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud 
	dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;
	f.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat 
	Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a 
	Undang-Undang KUP;
	g.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB 
	atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 
	ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP; atau 
	h.  PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau 
	Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) 
	huruf c Undang-Undang KUP. 
	Pasal 4 
	Tata cara permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri 
	Keuangan yang mengatur mengenai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan 
	Bangunan. 
	BAB III 
	           TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN 
	  PEMBAYARAN PAJAK 
	Pasal 5 
	(1)  Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, harus diperhitungkan 
	terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi, 
	sebagaimana tercantum dalam: 
	a.  Surat Tagihan Pajak; 
	b.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan 
	Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, 
	untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya; 
	c.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang 
	telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat Keputusan Keberatan 
	yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, 
	untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya; 
	d.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas 
	jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, untuk Masa Pajak, 
	Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, dalam hal : 
	1)  tidak diajukan keberatan; 
	2)  diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, 
	atau menambah jumlah pajak terutang dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut 
	tidak diajukan banding; atau 
	3)  diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding 
	tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang,
	atau menolak;
	e.  Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak 
	PBB; 
	f.  Surat Keputusan Keberatan untuk PBB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus 
	dibayar bertambah tetapi tidak diajukan banding; 
	g.  Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang 
	masih harus dibayar bertambah; dan/atau 
	h.  Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar 
	bertambah. 
	(2)  Jika setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa kelebihan 
	pembayaran pajak, atas permohonan Wajib Pajak, sisa kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat 
	diperhitungkan dengan: 
	a.  pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak yang menerima kelebihan pembayaran 
	pajak; dan/atau 
	b.  Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak lain. 
	(3)  Pelunasan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui perhitungan kelebihan pembayaran 
	pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diakui pada saat diterbitkan SKPKPP. 
	Pasal 6 
	(1) Perhitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan 
	terutang dituangkan dalam nota penghitungan. 
	(2)  Formulir nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format 
	sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan 
	Menteri ini. 
	(3)  Bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat, 
	pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat diberikan dalam 
	mata uang rupiah, yang dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri 
	Keuangan yang berlaku pada saat: 
	a.  diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
	ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c; 
	b.  diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana 
	dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dan huruf e; 
	c.  diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, diucapkannya Putusan Banding, atau Putusan 
	Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf h; atau 
	d.  diterbitkannya surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf i, huruf j, 
	huruf k, dan huruf l. 
	Pasal 7 
	(1)  Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang 
	sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditindaklanjuti dengan kompensasi ke Utang Pajak dan/atau 
	pajak yang akan terutang. 
	(2)  Dalam hal tidak ada Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, seluruh kelebihan pembayaran 
	pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak bersangkutan. 
	(3)  Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
	dilakukan melalui potongan SPMKP. 
	(4)  Potongan SPMKP dianggap sah dalam hal telah mendapatkan NTPN sesuai ketentuan yang diatur dalam 
	peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan. 
	Pasal 8 
	Dalam rangka memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan 
	rekening dalam negeri atas nama Wajib Pajak. 
	Pasal 9 
	(1) Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPKPP berdasarkan nota penghitungan 
	sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. 
	(2)  Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan rekening dalam negeri atas nama Wajib Pajak, Kepala KPP 
	tetap menerbitkan SKPKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 
	(3)  Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP.
	(4)  Dikecualikan dari penerbitan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal SKPKPP diterbitkan 
	tanpa rekening atas nama Wajib Pajak. 
	(5)  Atas SKPKPP yang tidak diterbitkan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan kepada 
	Wajib Pajak. 
	(6)  Setelah Wajib Pajak menyampaikan rekening, Kepala KPP melengkapi SKPKPP sebagaimana dimaksud 
	pada ayat (2) dengan rekening yang diberitahukan oleh Wajib Pajak. 
	(7)  Berdasarkan SKPKPP yang telah dilengkapi dengan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (6), 
	Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP. 
	(8)  Dalam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan 
	ayat (7), Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan membetulkan SPMKP sepanjang belum diterbitkan
	SP2D. 
	(9)  SKPKPP, SPMKP, dan Surat Pemberitahuan Tidak Diterbitkan SPMKP dibuat sesuai contoh format: 
	a.  untuk SKPKPP sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak 
	terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; 
	b.  untuk SPMKP sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak 
	terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan 
	c.  untuk Surat Pemberitahuan Tidak Diterbitkan SPMKP sebagaimana tercantum dalam 
	Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 
	(10)  SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (7) dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan
	peruntukan sebagai berikut : 
	a.  lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN; 
	b.  lembar ke-3 untuk Wajib Pajak; dan 
	c.  lembar ke-4 untuk arsip KPP.
	Pasal 10 
	SPMKP dibebankan pada akun pendapatan pajak tahun anggaran berjalan, yaitu pada akun yang sama dengan 
	akun pada saat diakuinya pendapatan pajak semula. 
	Pasal 11 
	SPMKP dan SKPKPP beserta ADK disampaikan ke KPPN secara langsung oleh petugas yang ditunjuk. 
	Pasal 12 
	(1)  Berdasarkan SPMKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (7), Kepala KPPN atas 
	nama Menteri Keuangan menerbitkan SP2D dengan ketentuan: 
	a.  dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau 
	pajak yang akan terutang melalui potongan SPMKP, KPPN menerbitkan SP2D Nihil; 
	b.  dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak, Kepala KPPN 
	menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak bersangkutan; 
	c.  dalam hal masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan kepada 
	Wajib Pajak setelah dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang 
	melalui potongan SPMKP, Kepala KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak 
	bersangkutan. 
	(2)  Kepala KPPN menerbitkan bukti penerimaan negara dalam hal kelebihan pembayaran pajak 
	dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMKP. 
	(3)  Bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sarana administrasi lain 
	yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak. 
	(4)  KPPN menyampaikan: 
	a.  Daftar SP2D; 
	b.  Lembar ke-2 SPMKP; dan 
	c.  Bukti penerimaan negara dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak yang 
	dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMKP, 
	ke KPP Penerbit SPMKP. 
	Pasal 13 
	Bukti penerimaan negara atas potongan SPMKP disampaikan oleh KPP penerbit SPMKP kepada Wajib Pajak. 
	Pasal 14 
	(1)  Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKPKPP dan SPMKP menyampaikan spesimen
	tanda tangan kepada Kepala KPPN setiap awal tahun anggaran. 
	(2)  Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang menandatangani SKPKPP dan SPMKP, pejabat 
	pengganti harus menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN sejak yang bersangkutan 
	menjabat. 
	BAB IV 
	     JANGKA WAKTU PENGEMBALIAN 
	Pasal 15 
	(1) Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) 
	setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud 
	dalam Pasal 5 dikembalikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak: 
	a.  permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan 
	Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diterima; 
	b.  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b atau 
	huruf c diterbitkan; 
	c.  Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam 
	Pasal 2 ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf g diterbitkan; 
	d.  Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf h diterbitkan; 
	e.  Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
	ayat (1) huruf h diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan 
	Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali; 
	f.  Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf i diterbitkan; 
	g.  Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi 
	Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf j diterbitkan; 
	h.  Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat 
	Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf k diterbitkan; atau 
	i.  Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat 
	Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf l diterbitkan. 
	(2)  Kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setelah diperhitungkan dengan Utang 
	Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, dikembalikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan 
	terhitung sejak: 
	a.  SKKP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a diterbitkan; 
	b.  Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b diterbitkan; 
	c.  Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
	huruf b diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan 
	Banding atau Putusan Peninjauan Kembali; 
	d.  Surat Keputusan Pemberian Pengurangan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c 
	diterbitkan; 
	e.  Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
	huruf d diterbitkan; 
	f.  Surat Keputusan Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e diterbitkan; 
	g.  Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi 
	Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f diterbitkan; 
	h.  Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat 
	Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g diterbitkan; atau 
	i.  Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan 
	Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h diterbitkan. 
	(3)  SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diterbitkan oleh KPPN sesuai peraturan 
	perundang-undangan di bidang perbendaharaan. 
	BAB V 
	KETENTUAN PERALIHAN 
	Pasal 16 
	Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini: 
	a.  terhadap permohonan kelebihan pembayaran pajak yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan 
	Menteri ini dan belum diselesaikan; 
	b.  terhadap penerbitan SKPKPP yang belum ditindaklanjuti dengan pengembalian kelebihan pembayaran 
	pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, 
	tata cara penyelesaiannya mengikuti Peraturan Menteri ini.
	BAB VI 
	 KETENTUAN PENUTUP 
	Pasal 17 
	Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Peraturan Menteri ini, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur 
	Jenderal Perbendaharaan dapat mengatur ketentuan lebih lanjut yang diperlukan, sesuai bidang tugas dan 
	kewenangannya masing-masing, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. 
	Pasal 18 
	Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku: 
	1.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian 
	Kelebihan Pembayaran Pajak; 
	2.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri 
	Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan 
	Pembayaran Pajak, 
	dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 
	Pasal 19 
	Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
	Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya 
	dalam Berita Negara Republik Indonesia. 
	Ditetapkan di Jakarta 
	pada tanggal 28 Desember 2015 
	MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, 
	ttd. 
	BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
	Diundangkan di Jakarta 
	Pada tanggal 29 Desember 2015 
	DIREKTUR JENDERAL 
	PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 
	KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
	REPUBLIK INDONESIA, 
	ttd. 
	WIDODO EKATJAHJANA 
	BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1964