PMK - 169/PMK.010/2015

 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 169/PMK.010/2015
TENTANG
     PENENTUAN BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN MODAL
   PERUSAHAAN UNTUK KEPERLUAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
             DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
            MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : 
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak 
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, 
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan 
Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan; 
Mengingat : 
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 
Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 4999); 
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana 
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
4893); 
      MEMUTUSKAN : 
Menetapkan : 
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENENTUAN BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN 
MODAL PERUSAHAAN UNTUK KEPERLUAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN. 
Pasal 1 
(1) Untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan ditetapkan besarnya perbandingan antara utang dan 
modal bagi Wajib Pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya 
terbagi atas saham-saham. 
(2) Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah saldo rata-rata utang pada satu tahun pajak atau 
bagian tahun pajak, yang dihitung berdasarkan: 
a. rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada tahun pajak yang bersangkutan; atau 
b. rata-rata saldo utang tiap akhir bulan pada bagian tahun pajak yang bersangkutan. 
(3) Saldo utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi saldo utang jangka panjang maupun saldo 
utang jangka pendek termasuk saldo utang dagang yang dibebani bunga. 
(4) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah saldo rata-rata modal pada satu tahun pajak atau 
bagian tahun pajak, yang dihitung berdasarkan: 
a. rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada tahun pajak yang bersangkutan; atau 
b. rata-rata saldo modal tiap akhir bulan pada bagian tahun pajak yang bersangkutan. 
(5) Saldo modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi ekuitas sebagaimana dimaksud dalam 
standar akuntansi keuangan yang berlaku dan pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memiliki hubungan 
istimewa. 
Pasal 2 
(1) Besarnya perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) 
ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4:1). 
(2) Dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
adalah: 
a. Wajib Pajak bank; 
b. Wajib Pajak lembaga pembiayaan; 
c. Wajib Pajak asuransi dan reasuransi; 
d. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, 
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak 
karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau 
perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan 
antara utang dan modal; dan 
e. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final 
berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan 
f. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur. 
(3) Wajib Pajak bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah bank sebagaimana dimaksud 
dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, dan Bank Indonesia. 
(4) Wajib Pajak lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah badan usaha 
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana 
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. 
(5) Wajib Pajak asuransi dan reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah perusahaan 
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah 
yang menjalankan usaha asuransi dan/atau reasuransi sebagaimana dimaksud dalam peraturan 
perundang-undangan mengenai perasuransian. 
Pasal 3 
(1) Dalam hal besarnya perbandingan antara utang dan modal Wajib Pajak melebihi besarnya perbandingan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam 
menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang 
dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). 
(2) Biaya pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya yang ditanggung Wajib Pajak 
sehubungan dengan peminjaman dana yang meliputi: 
a. bunga pinjaman; 
b. diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman; 
c. biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan pinjaman (arrangement 
of borrowings); 
d. beban keuangan dalam sewa pembiayaan; 
e. biaya imbalan karena jaminan pengembalian utang; dan 
f. selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam mata uang asing sepanjang selisih kurs tersebut 
sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga dan biaya sebagaimana dimaksud pada huruf b, 
huruf c, huruf d, dan huruf e. 
(3) Besarnya biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 2 ayat (1) yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak juga wajib 
memperhatikan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak 
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 
Tahun 2008. 
(4) Dalam hal Wajib Pajak mempunyai utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, 
disamping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), biaya 
pinjaman atas utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut harus pula 
memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 
ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa 
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 
(5) Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman 
Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak. 
(6) Penghitungan perbandingan utang dan modal serta biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam 
menghitung penghasilan kena pajak sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang 
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 
Pasal 4 
(1) Bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan 
umum, dan pertambangan lainnya, yang: 
a. terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan 
pertambangan; dan 
b. dalam kontrak atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada huruf a mengatur atau 
mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal, 
ketentuan mengenai perbandingan utang dan modal dimaksud berlaku sampai dengan berakhirnya 
kontrak atau perjanjian tersebut. 
(2) Dalam hal Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, 
pertambangan umum, dan pertambangan lainnya, yang: 
a. terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan 
pertambangan; dan 
b. dalam kontrak atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak mengatur atau tidak 
mencantumkan ketentuan mengenai perbandingan utang dan modal, 
besarnya perbandingan utang dan modal bagi Wajib Pajak tersebut adalah sebagaimana diatur dalam 
Pasal 2 ayat (1). 
Pasal 5 
(1) Wajib Pajak yang mempunyai utang swasta luar negeri, wajib menyampaikan laporan besarnya utang 
swasta luar negeri tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak. 
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas biaya 
pinjaman yang terutang dari utang swasta luar negeri tersebut tidak dapat dikurangkan untuk 
menghitung penghasilan kena pajak. 
(3) Tata cara pelaporan utang swasta luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan 
Peraturan Direktur Jenderal Pajak. 
Pasal 6 
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Utang 
dan Modal Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan; dan 
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.01/1985 tentang Penundaan Pelaksanaan Keputusan 
Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Utang dan Modal 
Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan, 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 
Pasal 7 
Ketentuan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal untuk keperluan penghitungan Pajak 
Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2016. 
Pasal 8 
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal untuk 
keperluan penghitungan pajak penghasilan, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. 
Pasal 9 
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya 
dalam Berita Negara Republik Indonesia. 
Ditetapkan di Jakarta 
pada tanggal 9 September 2015 
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, 
ttd. 
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO 
Diundangkan di Jakarta 
Pada tanggal 9 September 2015 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
REPUBLIK INDONESIA, 
ttd. 
YASONNA H. LAOLY 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1351

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles