PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
											
												NOMOR 107/PMK.010/2015
											
											
											
												TENTANG
											
											
											
												     PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
											
												  154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
											
												                             SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
											
												    KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
											
											
											
												            DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
											
											
											
												MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
											
											
											
												Menimbang :
											
											
											
												a. bahwa ketentuan mengenai penunjukkan badan-badan tertentu sebagai pemungut Pajak Penghasilan 
											
												Pasal 22 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan 
											
												Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan 
											
												di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir 
											
												dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013; 
											
												b.  bahwa dalam rangka pengawasan dan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melalui mekanisme 
											
												pemungutan Pajak Penghasilan dan dalam rangka memberikan kepastian hukum pelaksanaan 
											
												pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan 
											
												sebagaimana dimaksud pada huruf a; 
											
												c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam 
											
												rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak 
											
												Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 
											
												Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keempat atas Peraturan 
											
												Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 
											
												Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan 
											
												Usaha di Bidang Lain; 
											
											
											
												Mengingat :
											
											
											
												Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 
											
												Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha 
											
												di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 
											
												175/PMK.011/2013; 
											
											
											
												      MEMUTUSKAN : 
											
											
											
												Menetapkan :
											
											
											
												PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN 
											
												NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN 
											
												PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA 
											
												DI BIDANG LAIN. 
											
											
											
											
											
												Pasal I
											
											
											
												Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak 
											
												Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor 
											
												atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan: 
											
												a.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012; 
											
												b.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013; 
											
												c.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013, 
											
												diubah sebagai berikut: 
											
											
											
												1.  Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 1 
											
											
											
												(1)  Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 
											
												tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
											
												Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah: 
											
												a.  Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas: 
											
												1.  impor barang; dan 
											
												2.  ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam 
											
												yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang 
											
												terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak 
											
												Karya; 
											
												b.  bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak 
											
												pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga Pemerintah dan 
											
												lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian 
											
												barang; 
											
												c.  bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang 
											
												dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); 
											
												d.  Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang 
											
												diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran 
											
												atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme 
											
												pembayaran langsung (LS); 
											
												e.  Badan usaha tertentu meliputi: 
											
												1)  Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian 
											
												modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang 
											
												berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan; 
											
												2)  Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah 
											
												setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan 
											
												melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara 
											
												lainnya; dan 
											
												3)  badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik 
											
												Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, 
											
												PT Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, 
											
												PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, 
											
												PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, 
											
												PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, 
											
												PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, 
											
												PT Tambang Timah, PT Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, 
											
												PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah, 
											
												berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk 
											
												keperluan kegiatan usahanya; 
											
												f.  Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, 
											
												industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya 
											
												kepada distributor di dalam negeri; 
											
												g.  Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir 
											
												umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri; 
											
												h.  Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas 
											
												penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; 
											
												i.  Industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, 
											
												peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya 
											
												atau ekspornya; 
											
												j.  Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, 
											
												mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin 
											
												usaha pertambangan; 
											
												k.  Badan usaha yang memproduksi emas batangan, atas penjualan emas batangan 
											
												di dalam negeri. 
											
												(1a)  Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3) 
											
												melakukan perubahan nama badan usaha, badan usaha tertentu tersebut tetap ditunjuk 
											
												sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 
											
												Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
											
												Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 
											
												(1b)  Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3) tidak 
											
												lagi dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara, badan usaha tertentu dimaksud 
											
												tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 
											
												Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa 
											
												kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 
											
												(2)  Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud pada 
											
												ayat (1) huruf f, adalah industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang 
											
												terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir. 
											
												(3)  Izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j adalah sebagaimana 
											
												dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral 
											
												dan batu bara. 
											
											
											
											
											
												2.  Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 2 
											
											
											
												(1)  Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut: 
											
												a.  Atas pemungutan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas: 
											
												1.  impor: 
											
												a)  barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang 
											
												merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, 
											
												sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai impor; 
											
												b)  barang tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II 
											
												yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, 
											
												sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor; 
											
												c)  selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya sebagaimana 
											
												dimaksud pada huruf a) dan huruf b), yang menggunakan Angka 
											
												Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai 
											
												impor, kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 
											
												0,5% (nol koma lima persen) dari nilai impor; 
											
												d)  selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya sebagaimana 
											
												dimaksud pada huruf a) dan huruf b), yang tidak menggunakan Angka 
											
												Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari 
											
												nilai impor; dan/atau 
											
												e)  barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) 
											
												dari harga jual lelang; 
											
												2.  ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, 
											
												sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized System (HS) sebagaimana 
											
												tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari 
											
												Peraturan Menteri ini, oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak 
											
												yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan 
											
												Kontrak Karya, sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari nilai ekspor 
											
												sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang. 
											
												b.  Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, 
											
												huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha 
											
												sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, sebesar 1,5% (satu koma lima 
											
												persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 
											
												c.  Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen 
											
												atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai 
											
												berikut: 
											
												1.  bahan bakar minyak sebesar: 
											
												a)  0, 25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak 
											
												termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun 
											
												pengisian bahan bakar umum Pertamina; 
											
												b)  0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak 
											
												Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan 
											
												bakar umum bukan Pertamina: 
											
												c)  0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak 
											
												Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana 
											
												dimaksud pada huruf a) dan huruf b); 
											
												2.  bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak 
											
												termasuk Pajak Pertambahan Nilai; 
											
												3.  pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk 
											
												Pajak Pertambahan Nilai. 
											
												d.  Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang 
											
												bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri 
											
												otomotif, dan industri farmasi: 
											
												1.  penjualan semua jenis semen sebesar 0, 25% (nol koma dua puluh lima 
											
												persen); 
											
												2.  penjualan kertas sebesar 0,1 % (nol koma satu persen); 
											
												3.  penjualan baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen); 
											
												4.  penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar 
											
												0,45% (nol koma empat puluh lima persen); 
											
												5.  penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen), dari dasar 
											
												pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 
											
												e.  Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang 
											
												Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor 
											
												sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak 
											
												Pertambahan Nilai. 
											
												f.  Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha 
											
												industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, 
											
												peternakan, dan perikanan, sebesar 0, 25% (nol koma dua puluh lima persen) dari 
											
												harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 
											
												g.  Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau 
											
												orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha 
											
												sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak 
											
												Pertambahan Nilai. 
											
												h.  Atas penjualan emas batangan oleh produsen emas batangan, sebesar 0,45% (nol 
											
												koma empat puluh lima persen) dari harga jual emas batangan. 
											
												(2)  Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai 
											
												berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight 
											
												(CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan 
											
												ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor. 
											
												(3)  Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap 
											
												Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) 
											
												daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok 
											
												Wajib Pajak. 
											
												(4)  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan 
											
												Pasal 22 yang bersifat tidak final. 
											
												(5)  Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan 
											
												industri atau ekspor oleh Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
											
												ayat (1) huruf e yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, 
											
												dan perikanan adalah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f. 
											
											
											
											
											
												3.  Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 3 
											
											
											
												(1)  Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22: 
											
												a.  Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan 
											
												perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. 
											
												b.  Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan 
											
												Nilai: 
											
												1.  barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas 
											
												di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; 
											
												2.  barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas 
											
												di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar 
											
												dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara 
											
												pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk 
											
												keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas 
											
												di Indonesia; 
											
												3.  barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, 
											
												kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana; 
											
												4.  barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan 
											
												tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; 
											
												5.  barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; 
											
												6.  barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; 
											
												7.  peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; 
											
												8.  barang pindahan; 
											
												9.  barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan 
											
												barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan 
											
												perundang-undangan kepabeanan; 
											
												10.  barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang 
											
												ditujukan untuk kepentingan umum; 
											
												11.  persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang 
											
												diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; 
											
												12.  barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi 
											
												keperluan pertahanan dan keamanan negara; 
											
												13.  vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional 
											
												(PIN); 
											
												14.  buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku 
											
												pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya; 
											
												15.  kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan 
											
												penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal 
											
												tongkang, dan suku cadangnya, serta alat keselamatan pelayaran dan alat 
											
												keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan Pelayaran 
											
												Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan 
											
												Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara 
											
												Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan 
											
												kegiatan usahanya; 
											
												16.  pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan 
											
												alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang 
											
												diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan 
											
												suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat 
											
												udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara 
											
												Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan 
											
												reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; 
											
												17.  kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan atau 
											
												pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan 
											
												oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan 
											
												usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, dan komponen atau 
											
												bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara 
											
												sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana 
											
												perkeretaapian umum yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku 
											
												cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana 
											
												perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana 
											
												perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana 
											
												perkeretaapian umum; 
											
												18.  peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian 
											
												Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan 
											
												foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk 
											
												mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, 
											
												Tentara Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian
											
												Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia; dan/atau; 
											
												19.  barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan 
											
												oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; 
											
												20.  barang untuk kegiatan usaha panas bumi. 
											
												c.  Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor 
											
												kembali. 
											
												d.  Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian 
											
												diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor 
											
												untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat 
											
												yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 
											
												e.  Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam 
											
												Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i dan huruf j berkenaan 
											
												dengan: 
											
												1.  pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud 
											
												dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya paling 
											
												banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran 
											
												yang terpecah-pecah; 
											
												2.  pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud 
											
												dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 
											
												(sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; 
											
												3.  pembayaran untuk: 
											
												a)  pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, 
											
												benda-benda pos; 
											
												b)  pemakaian air dan listrik; 
											
												4.  pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk 
											
												sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang 
											
												dihasilkan di Indonesia dari : 
											
												a)  kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan 
											
												kontrak kerja sama; atau; 
											
												b)  kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi 
											
												berdasarkan kontrak kerja sama; 
											
												5.  pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas 
											
												bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi 
											
												berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi; 
											
												6.  pembayaran atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor 
											
												oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor 
											
												kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan sebagaimana 
											
												dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i yang jumlahnya paling banyak 
											
												Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak termasuk Pajak Pertambahan 
											
												Nilai dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; 
											
												7.  pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau 
											
												orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud 
											
												dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 
											
												atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha 
											
												oleh Badan Usaha Milik Negara.   
											
												f.  impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari 
											
												emas untuk tujuan ekspor. 
											
												g.  Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan 
											
												Operasional Sekolah (BOS). 
											
												h.  Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, 
											
												Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir 
											
												umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan 
											
												berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 
											
												tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
											
												Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya. 
											
												i.  Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan 
											
												sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank Indonesia. 
											
												(2)  Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana 
											
												dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut: 
											
												a.  dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen); atau 
											
												b.  tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. 
											
												(3)  Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf f dinyatakan dengan 
											
												Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal 
											
												Pajak. 
											
												(4)  Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf g, huruf h, dan 
											
												huruf i dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB). 
											
												(5)  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan 
											
												oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea 
											
												dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak. 
											
											
											
											
											
												4.  Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 4 disisipkan satu ayat yakni ayat (2a) serta ketentuan ayat (4) 
											
												dan ayat (6) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 4 
											
											
											
												(1)  Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat 
											
												pembayaran Bea Masuk. 
											
												(2)  Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam 
											
												pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam 
											
												Pasal 3 ayat (1) huruf b, Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat 
											
												penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor. 
											
												(2a)  Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan 
											
												mineral bukan logam, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen 
											
												pemberitahuan pabean atas ekspor. 
											
												(3)  Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
											
												ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan 
											
												kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, terutang dan dipungut 
											
												pada saat pembayaran. 
											
												(4)  Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
											
												ayat (1) huruf f, penjualan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) 
											
												huruf g, dan penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k 
											
												terutang dan dipungut pada saat penjualan. 
											
												(5)  Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas 
											
												sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h, terutang dan dipungut pada saat 
											
												penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order). 
											
												(6)  Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
											
												ayat (1) huruf i dan pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebagaimana 
											
												dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j, terutang dan dipungut pada saat pembelian. 
											
											
											
											
											
												5.  Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 5 disisipkan satu ayat yakni ayat (1a), ketentuan ayat (3) Pasal 5 
											
												diubah, serta ditambahkan satu ayat yakni ayat (4), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 5 
											
											
											
												(1)  Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara 
											
												penyetoran oleh: 
											
												a.  importir yang bersangkutan; atau 
											
												b.  Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, 
											
												atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 
											
												(1a)  Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral 
											
												logam, dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang 
											
												bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh 
											
												Menteri Keuangan. 
											
												(2)  Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam 
											
												Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara 
											
												melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan 
											
												menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani 
											
												oleh pemungut pajak. 
											
												(3)  Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam 
											
												Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib disetor oleh 
											
												pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri 
											
												Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. 
											
												(4)  Terhadap bukti penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), Direktorat Jenderal 
											
												Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak tersebut sebagai 
											
												dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor. 
											
											
											
											
											
												6.  Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
											
											
											
												Pasal 6 
											
											
											
												(1)  Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang batubara, 
											
												mineral logam, dan mineral bukan logam, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan pemungut 
											
												pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan 
											
												dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pemungutan 
											
												pajak. 
											
												(2)  Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, 
											
												huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan 
											
												Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu: 
											
												a.  lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut; 
											
												b.  lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak 
											
												(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan 
											
												c.  lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan. 
											
											
											
											
											
												7.  Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 7 
											
											
											
												Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) 
											
												huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib melaporkan 
											
												hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak. 
											
											
											
											
											
												8.  Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 9 
											
											
											
												(1)  Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, 
											
												huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf i, huruf j, dan huruf k bersifat tidak 
											
												final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan 
											
												bagi Wajib Pajak yang dipungut. 
											
												(2)  Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h 
											
												atas penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas kepada: 
											
												a.  penyalur/agen bersifat final; 
											
												b.  selain penyalur/agen bersifat tidak final. 
											
												(3)  Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h 
											
												atas penjualan pelumas bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak 
											
												Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut. 
											
											
											
											
											
												9.  Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 
											
											
											
												Pasal 10 
											
											
											
												Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 
											
												sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor, ekspor 
											
												komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam oleh badan atau orang pribadi 
											
												pemegang izin usaha pertambangan, atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan 
											
												Direktur Jenderal Pajak. 
											
											
											
											
											
												Pasal II 
											
											
											
												Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. 
											
											
											
												Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya 
											
												dalam Berita Negara Republik Indonesia. 
											
											
											
											
											
											
											
											
											
												Ditetapkan di Jakarta 
											
												pada tanggal 8 Juni 2015 
											
												MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, 
											
											
											
												ttd. 
											
											
											
												BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
											
											
											
												Diundangkan di Jakarta 
											
												Pada tanggal 9 Juni 2015  
											
												MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
											
												REPUBLIK INDONESIA, 
											
											
											
												ttd. 
											
											
											
												YASONNA H. LAOLY 
											
											
											
											
											
											
											
											
											
											
											
												BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 848