PMK - 8/PMK.03/2013

 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8/PMK.03/2013
TENTANG
             TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
              DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU
             SURAT TAGIHAN PAJAK
             DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
            MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan 
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak
sebelum 1 Januari 2008 telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000
tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak;
b. bahwa ketentuan mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, dan pembatalan
hasil pemeriksaan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sesudah 1 Januari 2008 telah
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pengurangan atau 
Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat 
Tagihan Pajak yang Tidak Benar, dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan;
c. bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara 
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap
ketentuan mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau 
pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, dan pembatalan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan 
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 35 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 74 
Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi 
Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 
Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan 
Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan 
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
      MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
  
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI
ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK.
            
BAB I
   KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak yang berisi mengenai:
a. pengurangan sanksi administrasi sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan pajak atau
Surat Tagihan Pajak; atau
    b. penolakan atas permohonan pengurangan sanksi administrasi yang diajukan oleh Wajib Pajak.
3. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh 
Direktur Jenderal Pajak yang berisi mengenai:
a. penghapusan sanksi administrasi sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan pajak atau 
Surat Tagihan Pajak; atau
    b. penolakan atas permohonan penghapusan sanksi administrasi yang diajukan oleh Wajib Pajak.
4. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak yang berisi mengenai:
a. pengurangan atas jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak dan/atau sanksi yang tidak benar
sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak; atau
    b. penolakan atas permohonan pengurangan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
5. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh Direktur 
Jenderal Pajak yang berisi mengenai:
a. pembatalan atas surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak; atau
    b. penolakan atas permohonan pembatalan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
6. Penyampaian surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan surat
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak secara 
elektronik yang selanjutnya disebut e-Filing adalah suatu cara penyampaian surat permohonan 
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan surat permohonan pengurangan atau
pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang dilakukan secara on-line yang real
time melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau
Application Service Provider (ASP).
7. Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang berisi nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, 
jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) yang tertera pada hasil cetakan bukti penerimaan, dalam
hal e-Filing dilakukan melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak, atau informasi yang berisi nama, 
Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) dan Nomor Transaksi 
Pengiriman ASP (NTPA), serta nama perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), yang tertera pada hasil
cetakan surat permohonan, dalam hal e Filing dilakukan melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application
Service Provider (ASP).
BAB II
     PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, ATAU PEMBATALAN
          BERDASARKAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut 
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 
Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
d. membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
1) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi; 
dan/atau
2) pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak.
      Bagian Kesatu
  Penyampaian Permohonan Wajib Pajak
Pasal 3
(1) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan menyampaikan surat
permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena 
Pajak dikukuhkan yang dapat dilakukan:
a. secara langsung;
    b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
    c. dengan cara lain.
(2) Penyampaian surat permohonan melalui pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah 
penyampaian surat permohonan melalui pos yang mempunyai bukti pengiriman surat secara tercatat.
(3) Penyampaian surat permohonan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
    b. e-Filing.
(4) Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah
perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu
termasuk pengiriman surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan surat
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak ke 
Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Penyampaian surat permohonan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan 
bukti penerimaan surat yang diberikan oleh petugas yang ditunjuk di Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(6) Penyampaian surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan Bukti
Penerimaan Elektronik.
(7) Bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bukti pengiriman surat sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a, dan Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), merupakan tanda bukti penerimaan surat permohonan.
(8) Tanggal yang tercantum pada tanda bukti penerimaan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) merupakan tanggal surat permohonan diterima.
      Bagian Kedua
    Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Pasal 4
Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan permohonan Wajib Pajak 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A
Undang-Undang KUP;
b. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan penerbitan surat
ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan 
berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP; atau
c. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana 
dimaksud pada huruf b.
            
Pasal 5
(1) Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum
dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan
menyampaikan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepada Direktur
Jenderal Pajak.
(2) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a hanya dapat diajukan dalam hal atas surat
ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
    b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah 
menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
    c. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
    d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b;
    e. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
    f. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
    g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
    h. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak.
(3) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan
  Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b hanya dapat diajukan dalam hal surat ketetapan 
pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
    b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah 
menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
    c. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
    d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf b;
    e. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
    f. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
    g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
    h. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak.
(4) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan pengurangan atau 
penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 4 huruf b juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c; atau
    b. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan 
Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, tetapi dicabut oleh Wajib
Pajak.
(5) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c hanya dapat diajukan dalam hal:
a. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat 
Tagihan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c; atau
    b. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan 
Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, tetapi dicabut oleh Wajib 
Pajak.
(6) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan 
pajak atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, kecuali 
permohonan tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 19 ayat (1) 
Undang-Undang KUP, sepanjang terkait dengan surat ketetapan pajak yang sama maka 1 (satu) 
permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak;
    b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
    c. mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
    d. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
    e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan 
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat
kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
(7) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
(8) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib
Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaan Wajib Pajak.
(9) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua sebagaimana dimaksud 
pada ayat (8) tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang telah 
diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) berlaku juga untuk 
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua.
    
          
Pasal 6
(1) Direktur Jenderal Pajak menguji permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. menguji pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sampai dengan
ayat (6), untuk permohonan yang pertama; atau
    b. menguji pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sampai dengan
ayat (6) dan Pasal 5 ayat (8), untuk permohonan yang kedua.
(2) Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan tersebut ditindaklanjuti.
(3) Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak mengembalikan permohonan tersebut 
dengan menyampaikan surat yang berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan atau 
penghapusan sanksi administrasi.
(4) Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dikembalikan karena tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6), berlaku ketentuan sebagai 
berikut:
a. untuk permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan 
sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7); atau
    b. untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sepanjang
jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) belum terlampaui.
(5) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang dikembalikan karena 
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 5 ayat (2) sampai dengan ayat (5), untuk permohonan yang pertama; atau
    b. Pasal 5 ayat (2) sampai dengan ayat (5) dan Pasal 5 ayat (8), untuk permohonan yang kedua,
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1).
    
Pasal 7
(1) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan
tersebut dengan meneliti permohonan Wajib Pajak.
(2) Dalam rangka meneliti permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen, data, dan/atau informasi 
yang diperlukan melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, dan/atau informasi.
(3) Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 15 (lima 
belas) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
(4) Dalam rangka meneliti lebih lanjut permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi 
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan tambahan 
kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan Wajib Pajak
harus memberikan keterangan yang diminta dalam jangka waktu paling lama sebagaimana disebut dalam 
surat permintaan keterangan tambahan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan/atau ayat (4), permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, dan/atau 
keterangan yang ada atau yang diterima.
(6) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat 
permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), harus menerbitkan Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi.
(7) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya 
atau sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(8) Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah lewat tetapi Direktur
Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan pengurangan 
atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), permohonan
tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai 
dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Pasal 8
(1) Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) terkait dengan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak 
berdasarkan Pasal 8 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP dan sanksi administrasi 
tersebut melebihi jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila sanksi 
administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
    b. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila jumlah pajak
yang kurang dibayar dalam pembetulan Surat Pemberitahuan yang menjadi dasar penerbitan 
Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 8 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP
telah dilunasi oleh Wajib Pajak.
(2) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pengurangan sanksi administrasi sehingga besarnya
sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan menjadi 24 (dua puluh empat) bulan.
            
Pasal 9
(1) Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 5 ayat (1) terkait dengan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak
berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) atau Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP dan sanksi administrasi 
tersebut melebihi jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila sanksi 
administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
    b. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila jumlah pajak 
yang terutang atau kekurangan pembayaran pajak yang terutang yang menjadi dasar 
penerbitan Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) atau Pasal 9 ayat (2b) 
Undang-Undang KUP telah dilunasi oleh Wajib Pajak.
(2) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pengurangan sanksi administrasi sehingga besarnya 
sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan menjadi 24 (dua puluh empat) bulan.
           
Pasal 10
(1) Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 5 ayat (1) terkait dengan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak
berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP dan sanksi administrasi tersebut melebihi jangka 
waktu 24 (dua puluh empat) bulan, perhitungan waktu sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak
tersebut dapat berasal dari perhitungan waktu yang tercantum dalam 1 (satu) atau beberapa Surat 
Tagihan Pajak untuk dasar penagihan pajak yang sama.
(2) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila sanksi 
administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
    b. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila jumlah pajak 
yang masih harus dibayar dalam surat ketetapan pajak yang menjadi dasar penerbitan Surat
Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP telah dilunasi oleh Wajib Pajak.
(3) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pengurangan sanksi administrasi sehingga besarnya
sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan menjadi 24 (dua puluh empat) bulan.
(4) Keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberikan atas masing-masing Surat Tagihan Pajak yang diajukan permohonan.
   
Pasal 11
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP, Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP, dan Pasal 19 ayat (1) 
Undang-Undang KUP sehingga sanksi administrasi menjadi paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, diberikan 
untuk permohonan yang diajukan setelah tanggal 31 Desember 2011 sampai dengan tanggal 31 Desember 2013.
            
Pasal 12
(1) Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), atau Pasal 10 ayat (1) dapat diberikan pengurangan 
atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila:
a. sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak;
b. jumlah kekurangan pembayaran pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yang 
tercantum dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak;
dan
c. memenuhi kriteria yang dapat berupa:
1) Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena kesalahan Direktorat Jenderal 
Pajak selain yang tercakup dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
Undang-Undang KUP;
2) Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh 
pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak;
3) Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, 
huru-hara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya; atau
4) Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas sehingga mempengaruhi kelangsungan
usahanya.
       
       Bagian Ketiga
   Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar
Pasal 13
(1) Surat ketetapan pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah surat ketetapan pajak yang tidak benar, kecuali 
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang 
KUP.
(2) Surat ketetapan pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang jumlah pajak terutangnya
tidak benar.
(3) Surat ketetapan pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang seharusnya tidak diterbitkan.
(4) Dalam hal surat ketetapan pajak dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Masa Pajak, 
Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, dan jenis pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak yang 
dibatalkan tersebut:
a. dianggap tidak pernah diterbitkan surat ketetapan pajak; dan
    b. Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atas Masa Pajak, Bagian 
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dan jenis pajak tersebut.
Pasal 14
(1) Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau 
pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
    b. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
    c. tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a;
    d. diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
    e. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau 
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
    f. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi 
sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
    g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi 
sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak.
(3) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut diajukan
keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
(4) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;
    b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
    c. mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasan;
    d. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
    surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan 
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat 
kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
(5) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
(6) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak
yang tidak benar yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 
(tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama
dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi 
karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
(7) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua 
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak yang telah 
diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga untuk 
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua.
Pasal 15
(1) Direktur Jenderal Pajak menguji permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang
tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. menguji pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sampai dengan 
ayat (4), untuk permohonan yang pertama; atau
    b. menguji pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sampai dengan 
ayat (4) dan ayat (6), untuk permohonan yang kedua.
(2) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar telah 
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan tersebut ditindaklanjuti.
(3) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar tidak 
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak mengembalikan 
permohonan tersebut dengan menyampaikan surat yang berisi mengenai pengembalian permohonan 
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
(4) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar 
dikembalikan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), 
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. untuk permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan 
sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5); atau
    b. untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sepanjang
jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) belum terlampaui.
(5) Terhadap permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang
dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3), untuk permohonan yang pertama; atau
    b. Pasal 14 ayat (2), ayat (3), dan ayat (6), untuk permohonan yang kedua,
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 
ayat (1).
      
Pasal 16
(1) Terhadap permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak
menindaklanjuti permohonan tersebut dengan meneliti permohonan Wajib Pajak.
(2) Dalam rangka meneliti permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak 
benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta pembukuan atau 
pencatatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi yang
diperlukan melalui penyampaian surat permintaan pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi 
dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi.
(3) Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 15 (lima 
belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan dikirim.
(4) Dalam rangka meneliti lebih lanjut permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak 
yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta
keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan keterangan
tambahan dan Wajib Pajak harus memberikan keterangan yang diminta dalam jangka waktu paling lama
sebagaimana disebut dalam surat permintaan keterangan tambahan.
(5) Direktur Jenderal Pajak dapat mempertimbangkan pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi 
dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi serta keterangan tambahan yang diberikan
dalam proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak 
benar.
(6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam hal penghasilan kena pajak 
dalam surat ketetapan pajak dihitung secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) 
dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan 
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, dokumen yang dapat dipertimbangkan dalam proses penyelesaian 
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar terbatas pada:
a. dokumen yang terkait dengan penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam 
rangka penghitungan penghasilan neto secara jabatan; dan
    b. dokumen kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan.
(7) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan/atau ayat (4), permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak 
benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diproses sesuai dengan buku, catatan, dokumen, data,
informasi, dan/atau keterangan yang ada atau yang diterima.
(8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan
diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8) harus menerbitkan Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
(9) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya 
atau sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(10) Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah lewat tetapi Direktur 
Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan pengurangan 
atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), permohonan 
tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai 
dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
      
      Bagian Keempat
      Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar
Pasal 17
(1) Surat Tagihan Pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
a.     Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak;
dan
    b. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada
huruf a.
(2) Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak dengan jumlah sanksi administrasi 
yang tidak benar.
(3) Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak yang seharusnya tidak diterbitkan.
Pasal 18
(1) Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau 
pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan surat ketetapan 
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a hanya dapat diajukan dalam hal atas 
surat ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
    b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah 
menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
    c. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
    d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak 
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b;
    e. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
    f. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau 
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
    g. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
    h. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak.
(3) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan pengurangan atau 
pembatalan Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a; atau
    b. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi 
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
(4) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf b hanya dapat diajukan dalam hal:
    a. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan 
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a; atau
    b. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, tetapi dicabut Wajib Pajak.
(5) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.     1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;
    b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
    c. mengemukakan jumlah tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak
menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
    d. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
    e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan 
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat 
kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
(6) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
(7) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak 
yang tidak benar yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama
dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi 
karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
(8) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang kedua 
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tetap diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan
surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) berlaku juga untuk permohonan
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang kedua.
           
Pasal 19
(1) Direktur Jenderal Pajak menguji permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang
tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. menguji pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) sampai dengan 
ayat (5), untuk permohonan yang pertama; atau
    b. menguji pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) sampai dengan
ayat (5), dan ayat (7), untuk permohonan yang kedua.
(2) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan tersebut ditindaklanjuti.
(3) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar tidak 
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak mengembalikan
permohonan tersebut dengan menyampaikan surat yang berisi mengenai pengembalian permohonan 
pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar.
(4) Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar 
dikembalikan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5)
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. untuk permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan
sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (6); atau
    b. untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sepanjang
jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) belum terlampaui.
(5) Terhadap permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang
dikembalikan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
    a. Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (4), untuk permohonan yang pertama; atau
    b. Pasal 18 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan Pasal 18 ayat (7), untuk permohonan yang kedua,
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 
ayat (1).
Pasal 20
(1) Terhadap permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang 
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak 
menindaklanjuti permohonan tersebut dengan meneliti permohonan Wajib Pajak.
(2) Dalam rangka meneliti permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak 
benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen, data, 
dan/atau informasi yang diperlukan melalui penyampaian surat permintaan.
(3) Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 15 (lima 
belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan dikirim.
(4) Dalam rangka meneliti lebih lanjut permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang
tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan
tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan
Wajib Pajak harus memberikan keterangan yang diminta dalam jangka waktu paling lama sebagaimana 
disebut dalam surat permintaan keterangan tambahan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan/atau ayat (4), permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak
benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, 
dan/atau keterangan yang ada atau yang diterima.
(6) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan 
diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), harus menerbitkan Surat Keputusan 
Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
(7) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya
atau sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(8) Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah lewat tetapi Direktur 
Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan pengurangan 
atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), permohonan
tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai 
dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
      Bagian Kelima
 Pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari Hasil Pemeriksaan atau Verifikasi
Pasal 21
Surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan tanpa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi; atau
b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak,
kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang 
KUP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) 
Undang-Undang KUP dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 17 
ayat (2) Undang-Undang KUP.
            
Pasal 22
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dengan menyampaikan surat permohonan pembatalan 
surat ketetapan pajak kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
a. tidak diajukan keberatan;
    b. tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a;
    c. diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
    d. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak 
benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b; atau
    e. diajukan permohonan pembatalan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan
pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf b, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
(3) Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dapat diajukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut:
a. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan; atau
    b. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
(4) Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;
    b. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menguraikan
tentang tidak disampaikannya surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan
hasil verifikasi dan/atau tidak dilaksanakannya pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau 
pembahasan akhir hasil verifikasi;
    c. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
    d. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan 
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat 
kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
(5) Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 1 (satu) kali.
   
Pasal 23
(1) Terhadap permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menguji pemenuhan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) sampai dengan ayat (4).
(2) Dalam hal permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan tersebut ditindaklanjuti.
(3) Dalam hal permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak mengembalikan 
permohonan tersebut dengan menyampaikan surat yang berisi mengenai pengembalian permohonan
pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi.
(4) Dalam hal permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi dikembalikan 
karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4), Wajib Pajak
dianggap belum mengajukan permohonan sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(5) Dalam hal permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi dikembalikan
karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3), Wajib 
Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
     
Pasal 24
(1) Terhadap permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi yang 
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak 
menindaklanjuti permohonan tersebut dengan meneliti permohonan Wajib Pajak.
(2) Dalam rangka meneliti permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen, data, dan/atau 
informasi yang diperlukan untuk membuktikan tidak disampaikannya surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi dan/atau tidak dilaksanakannya pembahasan 
akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi melalui penyampaian surat permintaan.
(3) Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 15 (lima
belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan dikirim.
(4) Dalam rangka meneliti lebih lanjut permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan
atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan 
tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan Wajib
Pajak harus memberikan keterangan yang diminta dalam jangka waktu paling lama sebagaimana 
disebut dalam surat permintaan keterangan tambahan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan/atau ayat (4), permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau 
verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, 
dan/atau keterangan yang ada atau diterima.
(6) Apabila pada saat Direktur Jenderal Pajak meneliti permohonan Wajib Pajak dapat dibuktikan bahwa
Wajib Pajak telah diundang untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan 
akhir hasil verifikasi tetapi Wajib Pajak tidak hadir, pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau 
pembahasan akhir hasil verifikasi dianggap telah dilakukan.
(7) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan
diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), harus menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan 
Ketetapan Pajak.
(8) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berisi keputusan berupa mengabulkan atau 
menolak permohonan Wajib Pajak.
(9) Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah lewat tetapi Direktur
Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan pembatalan 
surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3),
permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat 
keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
            
Pasal 25
(1) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang
mengabulkan permohonan Wajib Pajak, proses pemeriksaan atau verifikasi dilanjutkan dengan
melaksanakan prosedur yang belum dilaksanakan, berupa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi;
dan/atau
    b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi.
(2) Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) 
Undang-Undang KUP, dilanjutkan dengan penerbitan:
a. surat ketetapan pajak sesuai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan apabila jangka 
waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang Undang
KUP belum terlewati; atau
    b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka waktu
12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang Undang KUP 
terlewati.
            Bagian Keenam
  Pencabutan Permohonan Wajib Pajak
Pasal 26
(1) Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan terhadap surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), atau Pasal 22 ayat (1) yang telah disampaikan 
kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum diterbitkan surat keputusan terkait permohonan Wajib Pajak.
(2) Pencabutan terhadap surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan 
alasan pencabutan;
    b. pencabutan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
c. surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat 
kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
(3) Dalam hal Wajib Pajak melakukan pencabutan terhadap surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Wajib Pajak tidak berhak untuk mengajukan kembali permohonan yang sama dengan jenis 
permohonan yang dicabut.
BAB III
    PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, ATAU PEMBATALAN
    SECARA JABATAN
Pasal 27
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan 
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal 
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
d. membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan 
tanpa:
1) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil 
verifikasi; dan/atau
2) pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan
Wajib Pajak.
(2) Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak.
               
       Bagian Kesatu
      Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Pasal 28
Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 27 ayat (1) huruf a adalah sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya.
            
Pasal 29
(1) Direktur Jenderal Pajak meneliti data dan/atau informasi yang diperoleh sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2) yang terkait dengan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi secara jabatan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
(2) Dalam rangka meneliti data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal
Pajak dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan yang diperlukan kepada
Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan 
tambahan.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan 
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi 
Administrasi.
                
       Bagian Kedua
     Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar
Pasal 30
(1) Surat ketetapan pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan secara jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b adalah surat ketetapan pajak yang nyata-nyata tidak benar dalam
penetapannya.
(2) Surat ketetapan pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan secara jabatan sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang jumlah pajak terutangnya tidak benar.
(3) Surat ketetapan pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan secara jabatan sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang seharusnya tidak diterbitkan.
(4) Dalam hal surat ketetapan pajak dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dan jenis pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak yang
dibatalkan tersebut:
a. dianggap tidak pernah diterbitkan surat ketetapan pajak; dan
    b. Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atas Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dan jenis pajak tersebut.
     
Pasal 31
Pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 
dapat dilakukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut:
a.     tidak diajukan keberatan; atau
b. diajukan keberatan tetapi tidak dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
            
Pasal 32
(1) Direktur Jenderal Pajak meneliti data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) yang terkait dengan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan 
pajak yang tidak benar secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
(2) Dalam rangka meneliti data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal 
Pajak dapat meminta pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau 
pencatatan, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan yang diperlukan kepada Wajib Pajak melalui 
penyampaian surat permintaan pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan 
atau pencatatan, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
            
       Bagian Ketiga
     Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar
Pasal 33
(1) Surat Tagihan Pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan secara jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c adalah:
a. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak; 
dan
b. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada 
huruf a.
(2) Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan secara jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak dengan jumlah sanksi administrasi yang tidak benar.
(3) Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan secara jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak yang seharusnya tidak diterbitkan.
      
Pasal 34
Pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar secara jabatan sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal:
a. surat ketetapan pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak tersebut telah diterbitkan:
1. Surat Keputusan Keberatan;
    2. Putusan Banding;
    3. Putusan Peninjauan Kembali; atau
    4. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar dalam surat ketetapan pajak berkurang; atau
b. surat ketetapan pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak tersebut telah dibatalkan dengan 
penerbitan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Pasal 35
(1) Direktur Jenderal Pajak meneliti data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) yang terkait dengan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan 
Pajak yang tidak benar secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
(2) Dalam rangka meneliti data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal
Pajak dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan yang diperlukan kepada
Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan 
tambahan.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan 
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
    
      Bagian Keempat
    Pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari Hasil Pemeriksaan atau Verifikasi
Pasal 36
Surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dapat dibatalkan secara jabatan sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 27 huruf d adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan tanpa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi; atau
b. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak,
kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang
KUP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) 
Undang-Undang KUP dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 17
ayat (2) Undang-Undang KUP.
            
Pasal 37
(1) Direktur Jenderal Pajak meneliti data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) yang terkait dengan pembatalan surat ketetapan pajak hasil 
pemeriksaan atau verifikasi secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
(2) Dalam rangka meneliti data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal 
Pajak dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan yang diperlukan kepada 
Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan 
tambahan.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan 
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
      
BAB IV
 KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
(1) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 18 ayat (1),
Pasal 22 ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Surat pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Pasal 15 ayat (3), 
Pasal 19 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (3) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana 
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Surat permintaan:
a. dokumen, data, dan/atau informasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 20 
ayat (2), dan Pasal 24 ayat (2);
    b. pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data,
dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2);
    c. keterangan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), Pasal 16 ayat (4), Pasal
20 ayat (4), dan Pasal 24 ayat (4);
    d. dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
29 ayat (2), Pasal 35 ayat (2), dan Pasal 37 ayat (2);
    e. pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data,
informasi, dan/atau keterangan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), Pasal 16 ayat (8), Pasal 20 ayat (6), 
Pasal 24 ayat (7), Pasal 29 ayat (3), Pasal 32 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), dan Pasal 37 ayat (3), dibuat 
dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
a. permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, permohonan pengurangan atau
pembatalan surat ketetapan pajak, permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak, 
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya yang diajukan setelah
berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
b. permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, permohonan pengurangan atau
pembatalan surat ketetapan pajak, permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak, 
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya yang diajukan setelah
berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
c. terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, permohonan pengurangan 
atau pembatalan surat ketetapan pajak, permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak
yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diselesaikan sampai dengan
penerbitan surat keputusan, proses penyelesaian selanjutnya sampai dengan penerbitan surat keputusan 
dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
            
BAB VI
 KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau 
Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan
Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak 
yang Tidak Benar, dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
            
Pasal 41
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2013.
            
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya 
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
                        
                                    
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W.MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 11

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles