PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 90/PMK.03/2020

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.03/2020

TENTANG

BANTUAN ATAU SUMBANGAN, SERTA HARTA HIBAHAN YANG
DIKECUALIKAN SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang memberi maupun menerima bantuan atau sumbangan, serta harta hibahan, perlu mengatur kembali Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan-Badan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 dan ayat (3) huruf a angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bantuan atau Sumbangan, serta Harta Hibahan yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BANTUAN ATAU SUMBANGAN, SERTA HARTA HIBAHAN YANG DIKECUALIKAN SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.
  3. Pihak adalah orang pribadi atau badan.

BAB II
KETENTUAN BAGI PIHAK PEMBERI

Pasal 2

(1)   Hibah, bantuan, atau sumbangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.

(2)   Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan merupakan objek Pajak
Penghasilan bagi Pihak pemberi.

(3)   Dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang:

  1. hibah, bantuan, atau sumbangan diberikan kepada:
  1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
  2. badan keagamaan;
  3. badan pendidikan;
  4. badan sosial termasuk yayasan;
  5. koperasi; atau
  6. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, dan
  1. tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan.

(4)   Keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakah selisih antara harga pasar dengan: a. nilai sisa buku fiskal apabila Pihak pemberi wajib menyelenggarakan pembukuan; atau
b. nilai perolehan apabila Pihak pemberi tidak wajib menyelenggarakan pembukuan.

(5)   Pengenaan Pajak Penghasilan atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan dalam
bentuk tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta
Perubahannya.

(6)   Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan bagi Pihak pemberi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

(1)   Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (3) huruf a angka 1 merupakan orang tua kandung dan anak kandung.

(2)   Badan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 2 merupakan badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau
menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan termasuk lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai Bantuan atau Sumbangan termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan.

(3)   Badan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 3 merupakan badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan pendidikan.

(4)   Badan sosial termasuk yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 4 merupakan badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan :

  1. pemeliharaan kesehatan;
  2. pemeliharaan orang lanjut usia atau panti jompo;
  3. pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat;
  4. santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;
  5. pemberian beasiswa; dan/atau
  6. pelestarian lingkungan hidup.

(5)   Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 5 merupakan badan
sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan-undangan di bidang perkoperasian.

(6)   Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 6 merupakan orang pribadi yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria:

  1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  2. memiliki peredaran usaha setahun sampai dengan Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 4

(1)   Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara Pihak pemberi dan Pihak penerima.

(2)   Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat hubungan
berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara Pihak pemberi dan Pihak penerima.

(3)   Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung antara Pihak pemberi dan Pihak penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

(4)   Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat penguasaan secara langsung atau tidak langsung antara Pihak pemberi dan Pihak penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 5

Dalam hal terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan tetap dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang Pihak pemberi dan Pihak penerima merupakan badan keagamaan, badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

BAB III
KETENTUAN BAGI PIHAK PENERIMA

Bagian Kesatu
Bantuan atau Sumbangan

Pasal 6

(1)   Bantuan atau sumbangan dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai Bantuan atau Sumbangan termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan
yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2)   Bantuan atau sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk uang atau barang.
(3)   Bantuan atau sumbangan bagi Pihak penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7

Dalam hal terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), bantuan atau sumbangan yang diterima tetap dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang Pihak penerima merupakan badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Pasal 8

(1)   Bantuan atau sumbangan berupa harta yang berbentuk barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dibukukan oleh Pihak penerima dengan nilai perolehan sebesar:

  1. nilai sisa buku fiskal apabila Pihak pemberi wajib menyelenggarakan pembukuan; atau
  2. nilai lain apabila Pihak pemberi tidak wajib menyelenggarakan pembukuan.

(2)   Nilai lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. untuk harta berupa tanah dan/atau bangunan sebesar:

  1. Nilai Jual Objek Pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun pajak saat terjadi pengalihan; atau
  2. surat keterangan dari Instansi Pemerintah yang membidangi urusan pajak daerah dimana tanah dan/atau bangunan terdaftar dalam hal tidak terdapat Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1.b. untuk harta selain tanah dan/atau bangunan, sebesar harga pasar harta tersebut saat terjadi pengalihan.

(3)   Nilai perolehan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sepanjang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.

Bagian Kedua
Harta Hibahan

Pasal 9

(1)   Harta hibahan dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang:

  1. diterima oleh:
  1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
  2. badan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
  3. badan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
  4. badan sosial termasuk yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4);
  5. koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5); atau
  6. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), dan
  1. tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2)   Harta hibahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk uang atau barang.
(3)   Harta hibahan bagi Pihak penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 10

Dalam hal terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, harta hibahan yang diterima tetap dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang Pihak penerima merupakan badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Pasal 11

(1)  Harta hibahan yang berbentuk barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dibukukan oleh Pihak penerima dengan nilai perolehan sebesar:

  1. nilai sisa buku fiskal apabila Pihak pemberi wajib menyelenggarakan pembukuan; atau
  2. nilai lain apabila Pihak pemberi tidak wajib menyelenggarakan pembukuan.

(2)   Nilai lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi;

  1. untuk harta berupa tanah dan/atau bangunan sebesar:
  1. Nilai Jual Objek Pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun pajak saat terjadi pengalihan; atau
  2. surat keterangan dari Instansi Pemerintah yang membidangi urusan pajak daerah dimana tanah dan/atau bangunan terdaftar dalam hal tidak terdapat Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1.
  1. untuk harta selain tanah dan/atau bangunan, sebesar harga pasar harta tersebut saat terjadi pengalihan.

(3)   Nilai perolehan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sepanjang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Juli 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Juli 2020

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles