Summary PP No. 29 Tahun 2020

PP No. 29 Tahun 2020 – Fasilitas Pajak Penghasilan dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Fasilitas Pajak Penghasilan yang diberikan dalam rangka penanganan COVID-19:

  1. Tambahan pengurangan penghasilan neto
  2. Sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto
  3. Tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan
  4. Penghasilan berupa kompensasi dan penggantian atas penggunaan harta
  5. Pembelian kembali saham yang diperjualbelikan di bursa

1.   Tambahan Pengurangan Penghasilan Neto

WP dalam negeri yang memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) untuk keperluan penanganan COVID-19 di Indonesia dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari biaya yang dikeluarkan. (Pasal 3 ayat (1))

30% biaya yang dimaksud:

  • Dihitung dari biaya untuk memproduksi alat kesehatan dan/atau PKRT yang diperlukan dalam rangka penanganan COVID-19, yang dikeluarkan sampai dengan 30 September 2020; dan
  • Dibebankan sekaligus pada Tahun Pajak saat biaya tersebut dikeluarkan (Pasal 3 ayat (2))

*Jika terdapat biaya yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional. (Pasal 3 ayat (3))

WP yang memanfaatkan insentif pajak ini wajib memberi laporan biaya (lampiran huruf A) yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui sistem DJP (secara daring, atau luring jika belum tersedia). Laporan ini disampaikan paling lambat bersamaan dengan SPT Tahunan WP. Jika tidak, tidak dapat mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan neto. (Pasal 3 ayat (9), (10) dan (15))

Tambahan pengurangan penghasilan neto ini berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020. Jika diperlukan, pemberlakuan atas tambahan pengurangan penghasilan neto dapat diperpanjang (diatur dalam PMK). (Pasal 3 ayat (17) dan (18))
 
2.   Sumbangan yang dapat Menjadi Pengurang Penghasilan Bruto

Sumbangan dalam rangka penanganan COVID-19 di Indonesia yang disampaikan kepada penyelenggara pengumpulan sumbangan seperti: BNPB, BPBD, kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan/sosial, atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. (Pasal 4 ayat (1))

Syarat (Pasal 4 ayat (2) dan (3)):

  • Didukung bukti penerimaan sumbangan yang paling sedikit memuat:

o    Nama, alamat dan NPWP pemberi sumbangan;
o    Nama, alamat dan NPWP penyelenggara pengumpulan sumbangan;
o    Tanggal pemberian sumbangan;
o    Bentuk sumbangan; dan
o    Nilai sumbangan; dan

  • Diterima oleh penyelenggara pengumpulan sumbangan yang memiliki NPWP.

Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk (Pasal 5 ayat (1)-(3)):

  • Uang;
  • Barang yang nilai sumbangannya ditentukan berdasarkan:

o    Nilai perolehan (jika belum disusutkan)
o    Nilai buku fiskal (jika sudah disusutkan)
o    Harga Pokok Penjualan (jika diproduksi sendiri);

  • Jasa (nilai sumbangan ditentukan berdasarkan nilai harga pokok jasa); dan/atau
  • Pemanfaatan harta tanpa kompensasi (nilai sumbangan ditentukan berdasarkan nilai harga pokok pemanfaatan harta).

WP pemberi sumbangan harus menyampaikan daftar nominatif sumbangan paling lambat bersamaan dengan SPT Tahunan WP, sesuai format di lampiran huruf B. Daftar nominatif ini disampaikan secara daring, atau luring jika belum tersedia di sistem DJP. Jika WP pemberi sumbangan tidak menyampaikan daftar nominatif tersebut, atau melewati jangka waktu, sumbangan tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto. (Pasal 5 ayat (4)-(7))

Penyelenggara pengumpulan sumbangan harus menyampaikan laporan penyelenggara pengumpulan sumbangan (lampiran huruf C) yang paling lambat disampaikan pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan secara daring melalui sistem DJP, atau secara luring jika belum tersedia. (Pasal 6)

Sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto ini berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020. Jika diperlukan, pemberlakuan atas tambahan pengurangan penghasilan neto dapat diperpanjang (diatur dalam PMK). (Pasal 7)

3.   Tambahan Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan

Tambahan penghasilan dari Pemerintah berupa honorarium atau imbalan lain yang diterima atau diperoleh WP OP yang:

  • Menjadi SDM di bidang kesehatan (tenaga kesehatan dan tenaga pendukung kesehatan); dan
  • Mendapat penugasan

Yang memberi pelayanan kesehatan untuk menangani COVID-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan , termasuk santunan dari Pemerintah yang diterima ahli waris merupakan objek PPh. (Pasal 8 ayat (1))

Tambahan penghasilan tersebut dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final dengan tarif 0% dari jumlah penghasilan bruto. PPh Pasal 21 ini dipotong oleh Pemerintah pada akhir bulan terjadinya pembayaran, atau saat pembayaran terutang (dimana yang terjadi terlebih dahulu). (Pasal 8 ayat (2) dan (3))

Pengenaan PPh berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020. Jika diperlukan, pemberlakuan pengenaan PPh dapat diperpanjang (diatur dalam PMK). (Pasal 8 ayat (6) dan (7))

4.   Penghasilan Berupa Kompensasi atau Penggantian atas Penggunaan Harta

Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dari Pemerintah berupa kompensasi atau penggantian nama dengan nama atau bentuk apapun dari:

  • Persewaan harta berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau
  • Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain tanah dan/atau bangunan

Dalam rangka penanganan COVID-19 merupakan objek PPh. (Pasal 9 ayat (1))

Penghasilan ini dikenakan PPh final dengan tarif sebesar 0%, dipotong oleh Pemerintah sebagai pemberi penghasilan pada akhir bulan terjadinya pembayaran atau jatuh tempo pembayaran, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. (Pasal 9 ayat (2) dan (3))

Pemotongan PPh ini dilakukan dengan menggunakan bukti pemotongan sesuai format Lampiran huruf D dan/atau E. Bukti potong ini dilaporkan pada saat pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2). Biaya 3M untuk penghasilan ini tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto. (Pasal 9 ayat (4) - (6))

Dalam hal sewa atau penggunaan harta dilaksanakan:

  • Sebelum peraturan ini berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020, atau
  • Saat peraturan ini berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020,

Penghasilan berupa kompensasi dan/atau penggantian yang diterima oleh WP dihitung secara proporsional. (Pasal 9 ayat (8))

Pengenaan PPh berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020. Jika diperlukan, pemberlakuan pengenaan PPh dapat diperpanjang (diatur dalam PMK). (Pasal 9 ayat (7), (9), dan (10))

5.   Pembelian Kembali Saham yang Diperjualbelikan di Bursa

WP dalam negeri yang:

  • Berbentuk PT;
  • Dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di BEI paling sedikit 40%;
  • Memenuhi persyaratan tertentu:
  1. Saham dimiliki paling sedikit 300 pihak*;
  2. Masing-masing pihak* hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh;
  3. Ketentuan diatas harus dipenuhi dalam jangka waktu paling singkat 183 hari kalender dalam 1 Tahun Pajak; dan
  4. Pemenuhan persyaratan dilakukan WP PT dengan menyampaikan laporan kepada DJP.

Dapat memperoleh tarif sebesar 3% lebih rendah dari tarif PPh badan. (Pasal 10 ayat (1) dan (2))

* Pihak tidak termasuk WP PT yang membeli kembali sahamnya dan/atau yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam UU PPh dengan WP PT.

Dalam hal adanya kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, WP PT yang membeli kembali sahamnya (sampai dengan tanggal 30 September 2022) dapat berdasarkan kebijakan pemerintah pusat atau lembaga dimaksud, dianggap tetap memenuhi persyaratan. Hal ini ditetapkan dengan surat penunjukan atau surat persetujuan. (Pasal 10 ayat (4) - (6))

WP wajib melampirkan Laporan Hasil Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang diperdagangkan pada BEI sesuai dengan ketentuan peraturan UU  pada SPT Tahunan PPh. (Pasal 10 ayat (10))

Ketentuan di peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 01 Maret 2020. (Pasal 11)


PEMBATASAN TANGGUNG JAWAB (DISCLAIMER)

Informasi yang terdapat dalam dokumen ini hanya ditujukan sebagai pedoman, sehingga informasi tersebut tidak dapat diandalkan, atau diterapkan, dalam keadaan tertentu tanpa melakukan konsultasi sebelumnya dengan pihak profesional yang tepat. PT. HBMS Consulting tidak memiliki tanggung jawab apapun atas kesalahan yang mungkin terdapat didalamnya atau kurangnya pembaharuan sebelum dipublikasikan, baik akibat kelalaian atau hal lainnya, bagaimanapun penyebabnya, atau dilakukan oleh pihak manapun. Deskripsi, atau referensi atau akses, terhadap publikasi lain dalam publikasi ini tidak menyiratkan dukungan terhadap pihak tersebut.

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles