PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 48/PMK.03/2020

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48/PMK.03/2020

TENTANG

TATA CARA PENUNJUKAN PEMUNGUT, PEMUNGUTAN, DAN
PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS
PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU
JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM
DAERAH PABEAN MELALUI PERDAGANGAN
MELALUI SISTEM ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (13) huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
  6. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENUNJUKAN PEMUNGUT, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN MELALUI PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  2. Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
  3. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang selanjutnya disingkat PMSE, adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
  4. Barang Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat BKP, adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
  5. Jasa Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat JKP, adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
  6. Barang Digital adalah setiap barang tidak berwujud yang berbentuk informasi elektronik atau digital meliputi barang yang merupakan hasil konversi atau pengalih wujudan maupun barang yang secara originalnya berbentuk elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada piranti lunak, multimedia, dan/atau data elektronik.
  7. Jasa Digital adalah jasa yang dikirim melalui internet atau jaringan elektronik, bersifat otomatis atau hanya melibatkan sedikit campur tangan manusia, dan tidak mungkin untuk memastikannya tanpa adanya teknologi informasi, termasuk tetapi tidak terbatas pada layanan jasa berbasis piranti lunak.
  8. Pembeli Barang adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan BKP Tidak Berwujud dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
  9. Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan JKP dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian JKP karena pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
  10. Pedagang Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan Pembeli Barang di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
  11. Penyedia Jasa Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan Penerima Jasa di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
  12. Penyelenggara PMSE, yang selanjutnya disingkat PPMSE, adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
  13. PPMSE Luar Negeri adalah PPMSE yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean.
  14. PPMSE Dalam Negeri adalah PPMSE yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam Daerah Pabean.
  15. Pelaku Usaha PMSE adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di bidang PMSE yang terdiri dari Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, PPMSE Luar Negeri, dan/atau PPMSE Dalam Negeri.
  16. Pemungut PPN PMSE adalah Pelaku Usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE.
  17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  18. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Pemungut PPN PMSE untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE dalam jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.

Pasal 2

(1)   PPN dikenakan atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE.

(2)   PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pelaku Usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri.

(3)   PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang berasal dari transaksi antara Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri dengan Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa secara langsung, dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri tersebut yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE.

(4)   Dalam hal Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri melakukan transaksi dengan Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa melalui PPMSE Luar Negeri atau PPMSE Dalam Negeri, maka PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut, dapat dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, PPMSE Luar Negeri, atau PPMSE Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE.

(5)   Atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean selain yang dipungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), tetap terutang PPN dan PPN tersebut dipungut, disetorkan, dan dilaporkan sendiri oleh Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3A Undang-Undang PPN.

Pasal 3

(1)   Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:

  1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
  2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
  3. penggunaan pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
  4. penggunaan bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa:
  1. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
  2. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
  3. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
  1. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
  2. perolehan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

(2)   Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) termasuk juga pemanfaatan Barang Digital.

(3)   Pemanfaatan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) termasuk juga pemanfaatan Jasa Digital.

Pasal 4

(1)   Pelaku Usaha PMSE yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan Pelaku Usaha PMSE yang telah memenuhi kriteria tertentu.

(2)   Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. nilai transaksi dengan Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 (dua belas) bulan; dan/atau
  2. jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 (dua belas) bulan.

(3)   Nilai transaksi dan jumlah traffic atau pengakses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(4)   Penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal Pajak.

(5)   Penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(6)   Penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mulai berlaku awal bulan berikutnya setelah tanggal ditetapkan keputusan penunjukannya.

(7)   Pemungut PPN PMSE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan nomor identitas sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Pemungut PPN PMSE dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

(8)   Pelaku Usaha PMSE yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi belum ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE.

Pasal 5

(1)   Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) merupakan orang pribadi atau badan yang memenuhi kriteria:

  1. bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia;
  2. melakukan pembayaran menggunakan fasilitas debit, kredit, dan/atau fasilitas pembayaran lainnya yang disediakan oleh institusi di Indonesia; dan/atau
  3. bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia.

(2)   Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terpenuhi dalam hal:

  1. alamat korespondensi atau penagihan Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa terletak/berlokasi/berada di Indonesia; dan/atau
  2. pemilihan negara saat registrasi di laman dan/atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Pemungut PPN PMSE adalah Indonesia.

Pasal 6

(1)   Jumlah PPN yang harus dipungut oleh Pemungut PPN PMSE adalah 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.

(2)   Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar oleh Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa, tidak termasuk PPN yang dipungut.

(3)   Pemungutan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pembayaran oleh Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa.

Pasal 7

(1)   Pemungut PPN PMSE membuat bukti pungut PPN atas PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4).

(2)   Bukti pungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

(3)   Bukti pungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dibuat berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 8

(1)   Pemungut PPN PMSE wajib menyetorkan PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) untuk setiap Masa Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(2)   Penyetoran PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan mengenai penyetoran pajak secara elektronik.

(3)   Pemungut PPN PMSE dapat melakukan penyetoran PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan:

  1. mata uang Rupiah, dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal penyetoran;
  2. mata uang Dollar Amerika Serikat; atau
  3. mata uang asing lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 9

(1)   Pemungut PPN PMSE wajib melaporkan PPN yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) dan yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), secara triwulanan untuk periode 3 (tiga) Masa Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir.

(2)   Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

  1. jumlah Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa;
  2. jumlah pembayaran;
  3. jumlah PPN yang dipungut; dan
  4. jumlah PPN yang telah disetor, untuk setiap Masa Pajak.

(3)   Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk elektronik dan disampaikan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 10

(1)   Direktur Jenderal Pajak dapat meminta Pemungut PPN PMSE untuk menyampaikan laporan rincian transaksi PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) untuk setiap periode 1 (satu) tahun kalender.

(2)   Laporan rincian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

  1. nomor dan tanggal bukti pungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
  2. jumlah pembayaran;
  3. jumlah PPN yang dipungut; dan
  4. nama dan NPWP Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa dalam hal bukti pungut PPN mencantumkan NPWP tersebut.

(3)   Laporan rincian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk elektronik dan disampaikan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2020.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Mei 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Mei 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 445

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles